Beruntung atau Sial?
20 Agustus
Pukul 05.23
Hilang sudah harapanku untuk memperbaiki hubunganku dengan kedua orangtuanya. Bagaimana ingin memperbaiki hubungan jika satu-satunya putri, yang tentu saja menjadi buah hati mereka, diculik? Hingga kini polisi belum berhasil menemukan petunjuk yang menunjukkan keberadaannya. Bahkan menurut hipotesis salah satu polisi, ia sudah tewas. Karena mereka menemukan bekas darah pada jaket yang dikenakan pacarku. Beginilah keadaanku sekarang, kehilangan seorang wanita yang sangat aku cintai. Pasti kalian berpikir bahwa keadaan tidak bisa menjadi lebih buruk lagi. Kalian salah. Karena aku juga disalahkan oleh kedua orangtuanya perihal penculikan putri mereka. Tentu saja mereka menyalahkan aku, karena sebagai pacarnya seharusnya aku menjaganya, bukan meninggalkannya sendiri. Setidaknya begitulah pemikiran mereka. Selain itu aku orang terakhir yang bersamanya. Bagaimana menurut kalian? Sungguh sial bukan nasibku ini?
20 Agustus
Pukul 00.57
Sesampai di kantor polisi aku dimaki-maki oleh kedua orangtuanya. Mereka menuduh aku menelantarkan putri mereka hingga ia akhirnya diculik. Mereka meminta agar aku dihukum dan dimasukkan ke dalam penjara. Usul yang sangat buruk, dan aku tidak setuju dengan usul mereka tersebut. Harus kuakui, hubunganku dengan kedua orangtua pacarku tidaklah terlalu mulus. Sebagai seorang pejabat dan berdarah biru mereka ingin putri mereka mendapat jodoh yang lebih baik dibandingkan diriku ini, yang merupakan mahasiswa dari keluarga pas-pasan asal desa. Untuk bisa kuliah saja orangtuaku harus menjual sepetak sawah. Sedangkan untuk selanjutnya aku mendapat bantuan dari beasiswa.
Para polisi dan keluarga mereka pun bersusah payah untuk meredakan amarah kedua orangtua pacarku. Aku hanya diam. Pasrah. Untungnya salah satu polisi tetap berkepala dingin. Ia memutuskan agar kami berpencar dan membantu pencarian pacarku itu. Tentu saja aku lebih setuju dengan usul polisi itu. Selalu ada harapan jika kita berusaha.
20 Agustus
Pukul 00.20
Tersentak aku mendengar handphoneku berbunyi. Aku berharap pacarku yang menelepon, karena semenjak aku mengantarnya aku belum mendapat kabar darinya. Selain itu ia juga tidak sedang online. Langsung saja kujawab panggilan tersebut.
Sialan!! Ternyata kedua orangtuanya meneleponku. Mereka meminta aku untuk datang ke kantor polisi, karena hingga kini putri mereka belum juga tiba di rumah. Padahal pacarku itu bukan tipe wanita yang senang pulang malam. Jelas saja kedua orangtuanya kalang kabut, akupun semenjak tadi hanya menunggu gelisah kabar darinya. Selain itu aku juga sudah menelepon beberapa temannya. Berharap ia bersama salah satu dari mereka, ternyata aku salah. Hingga kini pacarku itu tidak diketahui di mana keberadaannya. Langsung saja kunyalakan motorku dan meluncur ke kantor polisi.
19 Agustus
Pukul 23.22
Aku bingung. Hingga kini pacarku tidak memberi kabar. Padahal biasanya ia memberi kabar setelah sampai di rumah. Gelisah menyelimutiku. Aku tidak bisa berpikir dengan tenang. Ini di luar kebiasaan. Terbayang wajahnya. Apakah aku harus menelepon rumahnya? Aku tidak begitu yakin dengan ideku tersebut, mengingat bagaimana kedua orangtuanya memandang rendah diriku.
Lebih baik aku menghubungi teman-temannya saja, siapa tahu ia bersama dengan salah satu dari mereka. Atau mungkin saja ia terlalu asyik online dan berchatting ria bersama mereka. Berbeda dengan kedua orangtuanya, teman-temannya merestui hubungan kami. Walaupun pada awalnya mereka juga memandang rendah diriku ini, tetapi seiring berjalannya waktu mereka sadar. Bahwa aku memang tulus mencintai dirinya. Atau aku bisa pergi ke warnet, mengecek keberadaannya melalui dunia maya tersebut. Ya usul yang bagus. Segera kutelepon sahabatnya. Walapupun aku tidak terlalu yakin pacarku masih berada di luar rumah selarut ini, mengingat bagaimana kepribadiannya. Jika kita sudah melihat seseorang dengan hati, bukan dengan mata, maka logika tak lagi berarti.
19 Agustus
Pukul 22.46
Kulihat handphoneku, berharap ada pesan dari pacarku. Ternyata masih belum ada. Segera kulanjutkan tugas skripsiku.
19 Agustus
Pukul 22.18
Saat tiba di kamar, hal yang pertama kulakukan ialah mengecek handphoneku karena saat aku keluar untuk makan aku tidak membawanya. Ternyata tidak ada kabar dari pacarku. Akupun mencoba menghubunginya. Ternyata sama saja. Handphonenya mati. Aku heran, mengapa baterainya masih belum di charge. Apakah ia belum sampai rumah? Jika begitu, dimanakah ia sekarang? Tiba-tiba muncul perasaan agak khawatir. Walapun begitu, aku masih berpikiran positif, aku hanya mengirimkan pesan singkat agar ia menghubungiku sesampai rumah. Mungkin handphonenya dicopet atau ia terlalu lelah, sehingga ia tertidur begitu sampai rumah. Kedua hal itu sudah pernah terjadi. Lebih baik aku mengerjakan skripsiku sambil menunggu kabar darinya. Karena hidup terlalu singkat untuk diisi dengan kekosongan.
19 Agustus
Pukul 21.45
Hmm....badan terasa segar sekali setelah mandi. Jika segar begini, ditambah beberapa cangkir kopi dan sebungkus Gudang Garam, maka aku bisa mengerjakan skripsiku hingga pagi. Aku hanya tersenyum memikirkan betapa cemerlang ideku tersebut. Sesaat kemudian kutersadar, bahwa aku belum makan malam. Pantas saja perutku keroncongan. Lebih baik aku mengisi perutku terlebih dahulu. Segera aku berpakaian dan mengambil dompetku. Persiapan memang penting sebelum melakukan sesuatu.
19 Agustus
Pukul 21.31
Akhirnya tiba juga aku di kamar. Hari ini sungguh lelah, seharian ini aku beraktivitas tiada henti. Kuliah, mengajar asistensi, mengantar pacar hingga les bahasa inggris. Belum lagi aku harus mengerjakan sripsiku, memang berat menjadi seorang mahasiswa. Lebih baik aku mengabari pacarku terlebih dahulu, bahwa aku sudah tiba di kos-kosan. Tetapi kedua handphonenya masih belum aktif. Agak heran juga aku.
Mengingat semua kegiatan yang kujalani, aku hanya bisa tersenyum. Karena ada seorang wanita yang selalu mendukung dan menemani diriku. Ya, aku sungguh beruntung mempunyai pacar seperti dirinya. Seorang wanita yang sangat cantik, terutama kepribadiannya. Karena dia aku makin yakin menatap masa depan, bahwa semua manusia bisa menentukan takdirnya sendiri. Mungkin ada baiknya jika aku mandi terlebih dahulu.
19 Agustus
Pukul 21.01
Hahh...Lega rasanya. Selesai juga les bahasa inggris ini. Hari ini aku menjalani ujian kenaikan tingkat, sungguh susah. Soal-soal yang kuhadapi sungguh sukar. Hampir pecah rasanya kepalaku. Belum lagi ujian lisannya. Sebenarnya aku malas mengikuti les seperti ini. Bukan apa-apa, aku mengikuti les ini karena dorongan pacarku. Ia mengatakan bahwa akan sangat baik untuk memilik ketrampilan bahasa asing. Karena akan memudahkanku untuk mendapatkan beasiswa melanjutkan kuliah di luar negeri. Aku pun hanya menuruti sarannya saja, karena sejauh ini saran-sarannya memang tidak pernah salah. Jujur saja, aku banyak berubah sejak menjalin hubungan dengannya. Setiap pria memang ditakdirkan untuk bersama seorang wanita yang akan membuatnya jadi lebih baik.
19 Agustus
Pukul 17.49
”Ndut....hati-hati ya...Kabari aku kalau kamu sudah sampai rumah”, aku berpesan kepada dirinya.
“Iya Yang, tapi handphoneku aku charge dulu ya....kamu juga hati-hati ya...sukses lho test inggrisnya”, pacarku pun mendoakanku agar aku sukses dalam tes inggrsku kali ini. Aku hanya tersenyum kecil. “Yang, besok kita jadi ke Bogor kan?”, pacarku bertanya perihal kencan kami esok.
“Jadi dong....besok ketemu di kampus jam 9 pagi ya”, aku hanya menjawab sambil tersenyum. Membayangkan betapa menyenenangkannya besok. Sengaja aku mengajak ia ke Bogor, karena ia memang suka dengan udara pegunungan. Menurutnya udara pegunungan membuatnya rileks dan bisa membuatnya tenang. Ia selalu suka jika pergi ke pegunungan dan ia juga sangat senang jika berada di tempat favoritnya bersama denganku. Begitu katanya. Apa yang lebih indah dari mengabiskan waktu bersama seseorang yang istimewa di tempat yang jug istimewa?
Maka pacarku pun melangkah pergi. Khusus setiap hari Selasa dan Kamis aku mengantarnya sampai Kuningan karena pada pukul 18.30 aku juga harus menghadiri les bahasa Inggris di sekitar Pancoran. Selain hari-hari itu, ia selalu membawa mobilnya. Yang mengherankan, ia senang dibonceng naik motor butut ini. Romantis. Begitu jawabnya saat aku menanyakan mengapa ia senang dibonceng olehku. Pacarku memang aneh. Ia tidak seperti wanita kebanyakan. Baginya cinta cukup diukur dari kesetiaan. Berbeda dengan wanita lainnya yang mengukur cinta dari materi dan materi. Sungguh beruntung aku bisa bersama dirinya. Segera aku meluncur menuju ke tempat lesku dengan harapan yang memenuhi hati. Rasanya aku pria yang paling beruntung di dunia.
Sabtu, 22 Agustus 2009
Sabtu, 08 Agustus 2009
Ekspolitasi Sampai Mati
Pada hari Selasa kemarin (4/8), Mbah Surip meninggal dunia. Hal itu sungguh mengejutkan seluruh kalangan masyarakat, bahkan Presiden SBY sampai menggelar jumpa pers untuk menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Mbah Surip. Banyak masyarakat yang merasa kehilangan, apalagi kalau bukan karena Mbah Surip meninggal di tengah puncak popularitasnya.
Belum lama ini kita juga kehilangan salah satu musisi besar, bahkan tidak hanya masyarakat Indonesia yang merasa kehilangan melainkan seluruh masyarakat Planet Bumi. Ya, saat Michael Jackson meninggal sepertinya semua siaran televisi menayangkan berita tentang meninggalnya dia untuk mengenangnya. Di luar simpang siur akibat meninggalnya Michael Jackson, atau yang sering dipanggil Jacko, saya menemukan adanya benang merah antara Jacko dengan Mbah Surip.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa Jacko meninggal pada saat memersiapkan diri untuk “World Tour Concert”nya. Yang menjadi masalah ialah bahwa ada beberapa kemungkinan yang menyebutkan Jacko “dipaksa” menggelar konser untuk melunasi hutangnya yang hampir mencapai Rp 5 triliun. Sehingga ia harus bekerja keras siang malam, bahkan hingga menggunakan berbagai obat terlarang untuk membantu mempersiapkan dirinya hingga ia meninggal.
Sementara itu Mbah Surip juga “hampir” mengalami nasib yang sama. Semenjak mengeluarkan lagu “Tak Gendong” yang menjadi hits, hidup Mbah Surip berubah 180 derajat. Jika dulu dirinya hidup santai dan damai kini dirinya tidak bisa lagi menikmati hal tersebut, karena ia harus memenuhi “panggilan tugas” untuk konser dan menjadi bintang tamu di berbagai acara, baik televisi maupun radio.
Pada Kompas tanggal 5 Agustus 2009, disebutkan bahwa Boy Utrip yang merupakan sopir Kampung Artis (Manajemen tempat Mbah Surip bernaung), juga meninggal pada hari yang sama dengan Mbah Surip. Boy biasa mengantarkan Mbah Surip bepergian selama ini. Bahkan beberapa hari sebelum Boy meninggal, ia sempat mengalami stroke karena terlalu lelah. Salah satu petinggi Kampung Artis yaitu Sugama Trisnadi menyatakan bahwa jadwal Mbah Surip sangatlah padat, minimal mereka mengunjungi hingga 4 tempat dalam sehari (Kompas, 5 Agustus 2009 hal 15). Bisa kita bayangkan bagaimana lelahnya Mbah Surip serta Boy.
Mbah Surip dan Jacko menjadi korban eksploitasi yang berlebihan hingga mereka merasa terlalu lelah untuk menjalani jadwal mereka. Mereka merupakan salah satu contoh bagaimana industri musik dan tuntutan penggemar membuat mereka harus “berakting” dalam kehidupan mereka. Mereka menambah daftar selebriti yang meninggal di tengah puncak popularitas seperti Kurt Cobain, Jimi Hendrix, Tupac hingga John Lennon. Jangan mencari kambing hitam dari kejadian ini, karena semua pihak ikut terlibat baik dari label, penggemar bahkan hingga dari artis sendiri. Selama ini, kita sering mendengar bahwa banyak orang ingin menjadi artis karena mereka ingin terkenal. Sayangnya mereka hanya melihat permukaan saja. Mereka belum tahu bagaimana rasanya menjadi sapi perah yang harus bekerja siang malam untuk memenuhi kewajiban mereka sebagai seorang selebritis. Jika dulu mereka membuat musik dan berkarya karena keinginan mereka, kini mereka bermusik karena tuntutan kontrak. Mereka dieksploitasi sampai mati.
Pada hari Selasa kemarin (4/8), Mbah Surip meninggal dunia. Hal itu sungguh mengejutkan seluruh kalangan masyarakat, bahkan Presiden SBY sampai menggelar jumpa pers untuk menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Mbah Surip. Banyak masyarakat yang merasa kehilangan, apalagi kalau bukan karena Mbah Surip meninggal di tengah puncak popularitasnya.
Belum lama ini kita juga kehilangan salah satu musisi besar, bahkan tidak hanya masyarakat Indonesia yang merasa kehilangan melainkan seluruh masyarakat Planet Bumi. Ya, saat Michael Jackson meninggal sepertinya semua siaran televisi menayangkan berita tentang meninggalnya dia untuk mengenangnya. Di luar simpang siur akibat meninggalnya Michael Jackson, atau yang sering dipanggil Jacko, saya menemukan adanya benang merah antara Jacko dengan Mbah Surip.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa Jacko meninggal pada saat memersiapkan diri untuk “World Tour Concert”nya. Yang menjadi masalah ialah bahwa ada beberapa kemungkinan yang menyebutkan Jacko “dipaksa” menggelar konser untuk melunasi hutangnya yang hampir mencapai Rp 5 triliun. Sehingga ia harus bekerja keras siang malam, bahkan hingga menggunakan berbagai obat terlarang untuk membantu mempersiapkan dirinya hingga ia meninggal.
Sementara itu Mbah Surip juga “hampir” mengalami nasib yang sama. Semenjak mengeluarkan lagu “Tak Gendong” yang menjadi hits, hidup Mbah Surip berubah 180 derajat. Jika dulu dirinya hidup santai dan damai kini dirinya tidak bisa lagi menikmati hal tersebut, karena ia harus memenuhi “panggilan tugas” untuk konser dan menjadi bintang tamu di berbagai acara, baik televisi maupun radio.
Pada Kompas tanggal 5 Agustus 2009, disebutkan bahwa Boy Utrip yang merupakan sopir Kampung Artis (Manajemen tempat Mbah Surip bernaung), juga meninggal pada hari yang sama dengan Mbah Surip. Boy biasa mengantarkan Mbah Surip bepergian selama ini. Bahkan beberapa hari sebelum Boy meninggal, ia sempat mengalami stroke karena terlalu lelah. Salah satu petinggi Kampung Artis yaitu Sugama Trisnadi menyatakan bahwa jadwal Mbah Surip sangatlah padat, minimal mereka mengunjungi hingga 4 tempat dalam sehari (Kompas, 5 Agustus 2009 hal 15). Bisa kita bayangkan bagaimana lelahnya Mbah Surip serta Boy.
Mbah Surip dan Jacko menjadi korban eksploitasi yang berlebihan hingga mereka merasa terlalu lelah untuk menjalani jadwal mereka. Mereka merupakan salah satu contoh bagaimana industri musik dan tuntutan penggemar membuat mereka harus “berakting” dalam kehidupan mereka. Mereka menambah daftar selebriti yang meninggal di tengah puncak popularitas seperti Kurt Cobain, Jimi Hendrix, Tupac hingga John Lennon. Jangan mencari kambing hitam dari kejadian ini, karena semua pihak ikut terlibat baik dari label, penggemar bahkan hingga dari artis sendiri. Selama ini, kita sering mendengar bahwa banyak orang ingin menjadi artis karena mereka ingin terkenal. Sayangnya mereka hanya melihat permukaan saja. Mereka belum tahu bagaimana rasanya menjadi sapi perah yang harus bekerja siang malam untuk memenuhi kewajiban mereka sebagai seorang selebritis. Jika dulu mereka membuat musik dan berkarya karena keinginan mereka, kini mereka bermusik karena tuntutan kontrak. Mereka dieksploitasi sampai mati.
Sabtu, 25 Juli 2009
Saat Terjaga Sendiri
Saat Terjaga Sendiri
Dia berkedip sekali. Diikuti beberapa kedipan lainnya. Tetap sama seperti biasa. Selalu terjaga saat orang lain tidur. Lalu dia membalikan badannya ke samping dengan gelisah seraya berpikir mencari solusi agar segera bisa tidur. Hasilnya pun tetap sama, tidak berhasil. Dia baru bisa terlelap saat sinar mentari mulai tampak di Timur sana.
Jam menunjukkan pukul 02.57 WIB. Di sebelahnya tergeletak istrinya. Dia memandang wajah istrinya seraya berpikir dengan heran mengapa muka istrinya terlihat begitu tenang dan teduh. Menurutnya istrinya tidak banyak bergerak saat tidur. Bahkan bisa dibilang tidak ada perubaan posisi semenjak memejamkan mata hingga terbangun kembali. Sungguh teramat beda saat menjalani rutinitas sehari-hari. Ia pun hanya tersenyum kecil sambil bergegas meninggalkan ranjangnya.
Sambil menuruni tangga ia mulai menyalakan rokoknya. Sunyi. Tidak ada yang terbangun di rumah itu kecuali dirinya. Dengan begitu ia bebas untuk merokok di mana saja. Ia pun berpikir untuk merokok di teras depan malam ini. Tempat itu merupakan tempat favoritnya. Sebelum melangkah ke tempat favoritnya, ia membuat segelas cokelat hangat. Sambil menuangkan air panas ia pun membayangkan betapa nikmatnya merokok ditemani angin malam dan segelas cokelat hangat.
Kebiasaan ini baru berjalan beberapa bulan. Ia selalu sembunyi-sembunyi apabila saat sedang merokok. Kadang ia bersykur mempunyai insomnia karena ia bisa merokok saat tengah malam seperti ini. Ya, hanya dirinya sendiri yang tahu. Tidak banyak orang yang mengetahui kebiasaan buruknya ini, bahkan keluarganya sendiri. Istrinya sangat membenci asap rokok. Hal itu dikarenakan salah satu pamannya meninggal akibat kanker paru-paru. Terlebih istrinya sangat dekat dengan pamannya tersebut. Ia serta istrinya mendoktrin anak-anak mereka untuk tidak merokok. Bahwa merokok itu teramat buruk. Dulu ia juga membenci asap rokok. Tetapi selalu ada hal buruk yang menimpa dan merubah hidup seorang pria.
Udara terasa lebih dingin dari biasanya. Dedaunan pun ikut bergoyang. Ia berpikir mungkin akan turun hujan. Biasanya pada saat seperti ini ia berpikir tentang kehidupannya. Ada satu hal yang belakangan ini menyita banyak perhatiannya. Ya, apa yang telah ia lakukan.
Wanita itu selalu memabukkan dirinya. Setiap perjumpaan dengannya selalu terasa berbeda. Tidak pernah sama, begitu menantang dan mengasyikkan. Kini berkat wanita itu, ia merasa ada hal yang harus ditaklukan dan dikejar lagi. Hidupnya kini kembali dipenuhi perasaan lapar dan hasrat. Memang begitu kebiasaan pria, selalu senang akan tantangan dari suatu hal yang baru. Sebenarnya wanita itu memberi banyak dampak postif. Setidaknya menurut dirinya sendiri. Sayangnya wanita itu merupakan simpanan.
Ia pun hanya tersenyum kecil, mengingat perjumpaan pertama dengan wanita tersebut. Semua berjalan begitu cepat dan mengalir begitu saja. Tidak pernah ia membuat janji untuk bertemu dengan wanita itu. Semua berjalan seperti kebetulan. Rutinitas memang membingungkan. Kadang kita melakukan hal yang sama persis setiap hari tetapi mempunyai akibat yang berbeda.
Seperti biasa, sehabis pulang kantor pada hari Jumat, ia selalu mampir ke toko buku. Memang ia sangat senang membaca. Ia selalu beralasan membeli buku-buku tersebut untuk menemaninya di akhir pekan. Pada suatu hari ia melihat seorang wanita. Sebenarnya wanita tersebut biasa saja. Berumur sekitar 30an. Tidak terlalu tinggi, agak pendek. Berkulit cokelat matang. Hanya saja, sepertinya ada yang beda dari dirinya. Ternyata ia juga membeli buku yang sama. Maka ia pun memperkenalkan dirinya. Ia pun mengajak wanita itu untuk berbincang sejenak di kafe. Lalu mereka pun menghabiskan sore dengan mengobrol di kafe. Obrolan mereka berkisar tentang buku. Ternyata wanita tersebut juga mempunyai hobi yang sama. Ada yang bilang bahwa jatuh cinta itu seperti petir. Kita tidak bisa menebak akan jatuh di mana. Ia pun setuju dengan hal itu.
Pada minggu-minggu selanjutnya mereka selalu bertemu di toko buku yang sama. Mereka berdua bahkan tidak saling mengetahui nomor telepon masing-masing. Mereka hanya berpedoman pada kebiasaan akhir pekan mereka. Yang kemudian berlanjut lebih jauh. Bahkan terlalu jauh.
Sudah 3 bulan ini istrinya sakit keras. Menurut dokter istrinya mengalami gangguan pada jantungnya, lebih tepatnya pada pembuluhnya. Semenjak itu ia merasa bersalah pada istrinya. Karena ia tidak bisa menemaninya setiap saat. Saat pertama istrinya terkena serangan jantung hingga dirawat di ICU, ia sedang bersama wanita itu. Ia kini ingin memutuskan hubungannya dengan wanita tersebut dan ingin lebih fokus untuk mengurus istrinya. Tetapi kini wanita itu hamil. Ya, wanita itu kini mengandung anaknya. Kini wanita itu meminta nomor teleponnya, untuk meminta pertanggung jawaban. Kini usia kandungannya sudah berusia lebih dari 2 bulan. Itulah mengapa ia kini sering merokok. Terutama pada malam hari. Ia merasa mempunyai alasan untuk merokok.
Samar-samar ia mendengar suara dari masjid di belakang rumahnya. Rupanya sebentar lagi Subuh. Ia pun mematikan rokoknya. Hari ini ia hampir menghabiskan satu bungkus Gudang Garamnya. Dirinya kini merasa kantuk. Serta teramat lelah. Ia berpikir bahwa dirinya lelah secara mental. Langsung saja ia menuju kamarnya.
Seperti biasa, ia bangun tidur pukul 07.30. Langsung saja ia menuju kamar mandi. Selepas dari kamar mandi, saat menuruni tangga ia melihat istrinya sedang duduk di meja makan. Sepertinya istrinya sedang menunggunya. Ternyata istrinya menemukan bungkus rokoknya. Ia tersadar bahwa ia lupa membawa dan menyembunyikan rokoknya. Tentu saja istrinya marah besar, ia merasa ditipu. Ia bingung harus berkata apa kepada anak-anaknya, bahwa ternyata ayah mereka seorang yang munafik. Ia mengakui dalam hati, bahwa memang selama ini ia telah menipu istrinya. Istrinya terus bertanya kenapa ia merokok. Sejak kapan ia mulai merokok. Ia hanya bisa terdiam. Jauh di dalam hatinya ia merasa mempunyai alibi untuk merokok. Seandainya istrinya tahu apa alasannya, mungkin istrinya akan mengerti mengapa ia merokok. Karena alasan bisa membuat yang salah menjadi benar dan yang benar menjadi salah. Setidaknya ia berpendapat seperti itu.
Dia berkedip sekali. Diikuti beberapa kedipan lainnya. Tetap sama seperti biasa. Selalu terjaga saat orang lain tidur. Lalu dia membalikan badannya ke samping dengan gelisah seraya berpikir mencari solusi agar segera bisa tidur. Hasilnya pun tetap sama, tidak berhasil. Dia baru bisa terlelap saat sinar mentari mulai tampak di Timur sana.
Jam menunjukkan pukul 02.57 WIB. Di sebelahnya tergeletak istrinya. Dia memandang wajah istrinya seraya berpikir dengan heran mengapa muka istrinya terlihat begitu tenang dan teduh. Menurutnya istrinya tidak banyak bergerak saat tidur. Bahkan bisa dibilang tidak ada perubaan posisi semenjak memejamkan mata hingga terbangun kembali. Sungguh teramat beda saat menjalani rutinitas sehari-hari. Ia pun hanya tersenyum kecil sambil bergegas meninggalkan ranjangnya.
Sambil menuruni tangga ia mulai menyalakan rokoknya. Sunyi. Tidak ada yang terbangun di rumah itu kecuali dirinya. Dengan begitu ia bebas untuk merokok di mana saja. Ia pun berpikir untuk merokok di teras depan malam ini. Tempat itu merupakan tempat favoritnya. Sebelum melangkah ke tempat favoritnya, ia membuat segelas cokelat hangat. Sambil menuangkan air panas ia pun membayangkan betapa nikmatnya merokok ditemani angin malam dan segelas cokelat hangat.
Kebiasaan ini baru berjalan beberapa bulan. Ia selalu sembunyi-sembunyi apabila saat sedang merokok. Kadang ia bersykur mempunyai insomnia karena ia bisa merokok saat tengah malam seperti ini. Ya, hanya dirinya sendiri yang tahu. Tidak banyak orang yang mengetahui kebiasaan buruknya ini, bahkan keluarganya sendiri. Istrinya sangat membenci asap rokok. Hal itu dikarenakan salah satu pamannya meninggal akibat kanker paru-paru. Terlebih istrinya sangat dekat dengan pamannya tersebut. Ia serta istrinya mendoktrin anak-anak mereka untuk tidak merokok. Bahwa merokok itu teramat buruk. Dulu ia juga membenci asap rokok. Tetapi selalu ada hal buruk yang menimpa dan merubah hidup seorang pria.
Udara terasa lebih dingin dari biasanya. Dedaunan pun ikut bergoyang. Ia berpikir mungkin akan turun hujan. Biasanya pada saat seperti ini ia berpikir tentang kehidupannya. Ada satu hal yang belakangan ini menyita banyak perhatiannya. Ya, apa yang telah ia lakukan.
Wanita itu selalu memabukkan dirinya. Setiap perjumpaan dengannya selalu terasa berbeda. Tidak pernah sama, begitu menantang dan mengasyikkan. Kini berkat wanita itu, ia merasa ada hal yang harus ditaklukan dan dikejar lagi. Hidupnya kini kembali dipenuhi perasaan lapar dan hasrat. Memang begitu kebiasaan pria, selalu senang akan tantangan dari suatu hal yang baru. Sebenarnya wanita itu memberi banyak dampak postif. Setidaknya menurut dirinya sendiri. Sayangnya wanita itu merupakan simpanan.
Ia pun hanya tersenyum kecil, mengingat perjumpaan pertama dengan wanita tersebut. Semua berjalan begitu cepat dan mengalir begitu saja. Tidak pernah ia membuat janji untuk bertemu dengan wanita itu. Semua berjalan seperti kebetulan. Rutinitas memang membingungkan. Kadang kita melakukan hal yang sama persis setiap hari tetapi mempunyai akibat yang berbeda.
Seperti biasa, sehabis pulang kantor pada hari Jumat, ia selalu mampir ke toko buku. Memang ia sangat senang membaca. Ia selalu beralasan membeli buku-buku tersebut untuk menemaninya di akhir pekan. Pada suatu hari ia melihat seorang wanita. Sebenarnya wanita tersebut biasa saja. Berumur sekitar 30an. Tidak terlalu tinggi, agak pendek. Berkulit cokelat matang. Hanya saja, sepertinya ada yang beda dari dirinya. Ternyata ia juga membeli buku yang sama. Maka ia pun memperkenalkan dirinya. Ia pun mengajak wanita itu untuk berbincang sejenak di kafe. Lalu mereka pun menghabiskan sore dengan mengobrol di kafe. Obrolan mereka berkisar tentang buku. Ternyata wanita tersebut juga mempunyai hobi yang sama. Ada yang bilang bahwa jatuh cinta itu seperti petir. Kita tidak bisa menebak akan jatuh di mana. Ia pun setuju dengan hal itu.
Pada minggu-minggu selanjutnya mereka selalu bertemu di toko buku yang sama. Mereka berdua bahkan tidak saling mengetahui nomor telepon masing-masing. Mereka hanya berpedoman pada kebiasaan akhir pekan mereka. Yang kemudian berlanjut lebih jauh. Bahkan terlalu jauh.
Sudah 3 bulan ini istrinya sakit keras. Menurut dokter istrinya mengalami gangguan pada jantungnya, lebih tepatnya pada pembuluhnya. Semenjak itu ia merasa bersalah pada istrinya. Karena ia tidak bisa menemaninya setiap saat. Saat pertama istrinya terkena serangan jantung hingga dirawat di ICU, ia sedang bersama wanita itu. Ia kini ingin memutuskan hubungannya dengan wanita tersebut dan ingin lebih fokus untuk mengurus istrinya. Tetapi kini wanita itu hamil. Ya, wanita itu kini mengandung anaknya. Kini wanita itu meminta nomor teleponnya, untuk meminta pertanggung jawaban. Kini usia kandungannya sudah berusia lebih dari 2 bulan. Itulah mengapa ia kini sering merokok. Terutama pada malam hari. Ia merasa mempunyai alasan untuk merokok.
Samar-samar ia mendengar suara dari masjid di belakang rumahnya. Rupanya sebentar lagi Subuh. Ia pun mematikan rokoknya. Hari ini ia hampir menghabiskan satu bungkus Gudang Garamnya. Dirinya kini merasa kantuk. Serta teramat lelah. Ia berpikir bahwa dirinya lelah secara mental. Langsung saja ia menuju kamarnya.
Seperti biasa, ia bangun tidur pukul 07.30. Langsung saja ia menuju kamar mandi. Selepas dari kamar mandi, saat menuruni tangga ia melihat istrinya sedang duduk di meja makan. Sepertinya istrinya sedang menunggunya. Ternyata istrinya menemukan bungkus rokoknya. Ia tersadar bahwa ia lupa membawa dan menyembunyikan rokoknya. Tentu saja istrinya marah besar, ia merasa ditipu. Ia bingung harus berkata apa kepada anak-anaknya, bahwa ternyata ayah mereka seorang yang munafik. Ia mengakui dalam hati, bahwa memang selama ini ia telah menipu istrinya. Istrinya terus bertanya kenapa ia merokok. Sejak kapan ia mulai merokok. Ia hanya bisa terdiam. Jauh di dalam hatinya ia merasa mempunyai alibi untuk merokok. Seandainya istrinya tahu apa alasannya, mungkin istrinya akan mengerti mengapa ia merokok. Karena alasan bisa membuat yang salah menjadi benar dan yang benar menjadi salah. Setidaknya ia berpendapat seperti itu.
Senin, 20 Juli 2009
Mogok dan Ke(tidak)pedulian
Mogok dan Ke(tidak)pedulian
Pada Sabtu sore ini mobil pick-up saya mogok karena kehabisan bensin di sekitar wilayah Pamulang. Untung saja mobil tersebut mogok tepat di depan SPBU. Maka saya dan supir saya pun mencoba untuk mendorongnya. Hanya saja karena mobil pick-up itu dipenuhi oleh tabung gas maka tenaga kami berdua tidaklah cukup. Mobil tetap tidak bergeming. Sekitar 20 meter dari tempat saya, terdapat lima anak Punk yang sedang memperhatikan saya. Sayangnya mereka hanya diam saja. Hingga salah satu petugas SPBU ikut membantu kami untuk mendorong. Dengan bantuan petugas tersebut maka mobil ini bisa didorong hingga sampai di tempat pengisisan bensin.
Setelah saya mengisi bensin, maka mobil pun sudah bisa menyala kembali. Lalu mobil segera meluncur keluar dari SPBU. Tepat di depan pintu keluar SPBU anak-anak Punk yang tadi memperhatikan kami menyetop mobil untuk meminta tumpangan. Maka mobil pun berhenti.
“Bang!!!Numpang ya Bang!!!”, celetuk salah satu anak Punk.
”Lo emang pada mau kemana?”, saya pun bertanya kepada mereka.
“Kemana aja Bang. Yang penting ikut....”, yang lainnya ikut menjawab
“Yah elu..tadi mobil gw mogok lo pada kagak mau bantuin dorong. Sekarang mobil udah jalan lo pada mau ikut nebeng. Gimana sih?”, saya pun bertanya sambil memendam perasaan agak sebal.
“Hehehehe....”, mereka hanya tertawa. Tetapi mereka tetap naik ke bak mobil. Saya pun tidak terlau keberatan dengan memberi mereka tumpangan. Karena saya juga sering menumpang mobil bak sewaktu kecil.
Di tengah jalan mereka bernyanyi bersama-sama. Kebetulan beberapa dari mereka membawa alat musik seperti gitar dan gendang. Mungkin untuk mengusir jenuh karena jalan cukup macet di ujung Pondok Cabe. Seperti biasa, lagu-lagu yang mereka nyanyikan bertema tentang ketidakadilan sosial, menghujat kaum elite serta harapan-harapan mereka akan kondisi yang lebih baik (untuk mereka). Mungkin dengan menyanyikan lagu seperti itu mereka merasa menjadi lebih peduli terhadap lingkungan sekitar.
Pada saat mendengar lagu-lagu yang mereka mainkan saya pun tersenyum sinis. Mereka merasa muak dan skeptis dengan kondisi sekarang. Seakan mereka menyuarakan ketidakadilan bagi kaum tertindas. Tetapi apa yang bisa mereka lakukan, kalau hanya untuk membantu mobil yang mogok saja mereka tidak mau? Bagaimana mereka bisa mengubah dunia menjadi lebih baik? Bagi saya, lagu-lagu yang mereka nyanyikan hanyalah kata-kata yang keluar dari mulut semata. Tidak mempunyai makna. Karena kata-kata mereka tidaklah diamalkan. Tidak ada bedanya dengan para politikus yang mengumbar janji-janji palsu, yang mereka hujat habis-habisan dala lirik lagu mereka karena politikus-politikus tersebut mereka anggap tidak peduli terhadap rakyat. Mereka toh juga tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Lalu buat apa mereka menyanyikan lagu-lagu tersebut? Seharusnya mereka malu.
Setelah mendekati Fatmawati, mobil pun berbelok memasuki Taman Cilandak. Di situ mereka meminta turun.
“Makasih ya Bang!!”, salah satu anak mengucapkan sambil mendekati saya
“Sip..sip....”, saya pun hanya mengangguk-anggukan kepala.
Sebelum mereka pergi saya memanggil salah satu dari mereka, “Oi....oi....sini bentar dah....lain kali kalo ada orang yang mbilnya mogok....bantuin ya....hehehe”. Seketika anak tersebut agak terkejut. Mungkin ia tidak menyangka saya akan berkata seperti itu. ”I....iya..iya...iya....bang.....”, begitu jawabnya. Sementara temannya yang lain berkata, “Makasih banyak bang!!!”, tepat pada saat mobil mulai melaju. Sayapun hanya mengacungkan jempol sebagai tanda balasan.
-Semoga saja masih ada orang yang rela untuk tidak selalu memikirkan dirinya sendiri.-
Pada Sabtu sore ini mobil pick-up saya mogok karena kehabisan bensin di sekitar wilayah Pamulang. Untung saja mobil tersebut mogok tepat di depan SPBU. Maka saya dan supir saya pun mencoba untuk mendorongnya. Hanya saja karena mobil pick-up itu dipenuhi oleh tabung gas maka tenaga kami berdua tidaklah cukup. Mobil tetap tidak bergeming. Sekitar 20 meter dari tempat saya, terdapat lima anak Punk yang sedang memperhatikan saya. Sayangnya mereka hanya diam saja. Hingga salah satu petugas SPBU ikut membantu kami untuk mendorong. Dengan bantuan petugas tersebut maka mobil ini bisa didorong hingga sampai di tempat pengisisan bensin.
Setelah saya mengisi bensin, maka mobil pun sudah bisa menyala kembali. Lalu mobil segera meluncur keluar dari SPBU. Tepat di depan pintu keluar SPBU anak-anak Punk yang tadi memperhatikan kami menyetop mobil untuk meminta tumpangan. Maka mobil pun berhenti.
“Bang!!!Numpang ya Bang!!!”, celetuk salah satu anak Punk.
”Lo emang pada mau kemana?”, saya pun bertanya kepada mereka.
“Kemana aja Bang. Yang penting ikut....”, yang lainnya ikut menjawab
“Yah elu..tadi mobil gw mogok lo pada kagak mau bantuin dorong. Sekarang mobil udah jalan lo pada mau ikut nebeng. Gimana sih?”, saya pun bertanya sambil memendam perasaan agak sebal.
“Hehehehe....”, mereka hanya tertawa. Tetapi mereka tetap naik ke bak mobil. Saya pun tidak terlau keberatan dengan memberi mereka tumpangan. Karena saya juga sering menumpang mobil bak sewaktu kecil.
Di tengah jalan mereka bernyanyi bersama-sama. Kebetulan beberapa dari mereka membawa alat musik seperti gitar dan gendang. Mungkin untuk mengusir jenuh karena jalan cukup macet di ujung Pondok Cabe. Seperti biasa, lagu-lagu yang mereka nyanyikan bertema tentang ketidakadilan sosial, menghujat kaum elite serta harapan-harapan mereka akan kondisi yang lebih baik (untuk mereka). Mungkin dengan menyanyikan lagu seperti itu mereka merasa menjadi lebih peduli terhadap lingkungan sekitar.
Pada saat mendengar lagu-lagu yang mereka mainkan saya pun tersenyum sinis. Mereka merasa muak dan skeptis dengan kondisi sekarang. Seakan mereka menyuarakan ketidakadilan bagi kaum tertindas. Tetapi apa yang bisa mereka lakukan, kalau hanya untuk membantu mobil yang mogok saja mereka tidak mau? Bagaimana mereka bisa mengubah dunia menjadi lebih baik? Bagi saya, lagu-lagu yang mereka nyanyikan hanyalah kata-kata yang keluar dari mulut semata. Tidak mempunyai makna. Karena kata-kata mereka tidaklah diamalkan. Tidak ada bedanya dengan para politikus yang mengumbar janji-janji palsu, yang mereka hujat habis-habisan dala lirik lagu mereka karena politikus-politikus tersebut mereka anggap tidak peduli terhadap rakyat. Mereka toh juga tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Lalu buat apa mereka menyanyikan lagu-lagu tersebut? Seharusnya mereka malu.
Setelah mendekati Fatmawati, mobil pun berbelok memasuki Taman Cilandak. Di situ mereka meminta turun.
“Makasih ya Bang!!”, salah satu anak mengucapkan sambil mendekati saya
“Sip..sip....”, saya pun hanya mengangguk-anggukan kepala.
Sebelum mereka pergi saya memanggil salah satu dari mereka, “Oi....oi....sini bentar dah....lain kali kalo ada orang yang mbilnya mogok....bantuin ya....hehehe”. Seketika anak tersebut agak terkejut. Mungkin ia tidak menyangka saya akan berkata seperti itu. ”I....iya..iya...iya....bang.....”, begitu jawabnya. Sementara temannya yang lain berkata, “Makasih banyak bang!!!”, tepat pada saat mobil mulai melaju. Sayapun hanya mengacungkan jempol sebagai tanda balasan.
-Semoga saja masih ada orang yang rela untuk tidak selalu memikirkan dirinya sendiri.-
Kamis, 18 Juni 2009
Kenapa Orang Indonesia Senang Membuang Sampah Sembarangan
Kenapa Orang Indonesia Senang Membuang Sampah Sembarangan?
Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa orang Indonesia sangat susah untuk membuang sampah pada tempatnya. Kebiasaan ini bahkan hampir menjadi budaya yang melekat erat pada kehidupan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan hampir tidak adanya tempat umum (public place) yang benar-benar terawat dan bersih. Kalaupun ada yang bersih hal itu biasanya dikarenakan banyaknya petugas kebersihan yang bertugas di tempat tesebut. Hal ini sangatlah berbeda dengan masyarakat Barat atau biasa kta sebut “bule”. Mereka amat peduli dengan kebersihan, bahkan mereka merasa malu apabila membuang sampah di sembarang tempat. Untuk menganalisa perbedaan dalam hal ini, maka coba kita lihat dari segi bahasa.
Di Indonesia sering kita lihat tulisan “buanglah sampah pada tempatnya” untuk menganjurkan agar masyarakat membuang sampah di tempatnya, yaitu tempat sampah. Tetapi sepertinya anjuran tersebut tidaklah berhasil, atau kurang sakti. Mengapa begitu?
Membuang berasal dari kata “buang” yang diberi imbuhan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata buang sendiri mempunyai beberapa arti seperti lempar, lepaskan dan keluarkan. Sedangkan kata membuang juga mempunyai beberapa arti, antara lain:
Melepaskan sesuatu (yang tidak berguna lagi) dengan sengaja dari tangan, melemparkan, mencampakkan
Melemparkan sesuatu karena tidak berguna lagi
Menghilangkan, menghapuskan
Menyia-nyiakan sesuatu
Menghukum dengan jalan mengasingkan ke tempat jauh atau terpencil (biasanya untuk para pelaku kejahatan politik)
Apabila kita melihat berbagai pengertian dari kata membuang, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa membuang berarti melepaskan sesuatu yang tidak berguna (dalam kasus ini iala sampah) lagi. Hanya saja tujuan “pembuangan” tersebut tidak dijelaskan. Oleh karena itulah pemerintah memberi tambahan “pada tempatnya” agar masyarakat melepaskan sesuatu yang tidak berguna lagi pada tempat yang telah disediakan (dalam kasus ini tempat sampah).
Tetapi mengapa masyarakat masih saja susah untuk membuang sampah pada tempatnya? Hal itu dikarenakan telah bergesernya definisi kata “buang” itu sendiri. Kata “buang” menjadi berarti melepaskan sesuatu dengan asal. Hal itu dapat dilihat dari berbagai contoh berikut ini
Oleh komentator sepakbola Indonesia,”Langsung dibuang saja bola itu menjauh dari sergapan striker lawan Bung!!!”
Oleh orang yang sedang sebal atau sedang kasmaran ,”Aku selalu membuang muka bila berpapasan dengannya.”
Dari contoh-contoh tersebut dapat kita simpulkan bahwa buang berarti melepaskan sesuatu dengan asal, yang penting menjauh dari objek yang berhubungan.
Hal tersebut sangatlah berbeda dengan masyarakat Barat atau “Bule”. Di luar negeri, anjuran untuk membuang sampah berbunyi “Put the trash.......”. Padahal arti kata “put” itu sendiri berarti meletakkan, menempatkan (menurut kamus lengkap bahasa indonesia inggris). Meletakkan mempunyai arti yang hampir mirip dengan menaruh. Sedangkan menaruh itu sendiri mempunyai arti (menurut KBBI) :
Meletakkan, menempatkan
Mencantumkan atau menentukan
Memasang taruhan
Menitipkan
Mempunyai
Mengandung perasaan
Untuk kata “meletakkan” dan “menaruh”, masyarakat Indonesia mempunyai persepsi bahwa kata tersebut biasanya dipakai untuk menaruh suatu benda dengan teratur atau ada tujuannya, sehingga tempat untuk menaruh benda tersebut sudah jelas. Bahkan dalam sepakbola, “placing” biasa mempunyai arti dengan menaruh bola dengan tujuan yang jelas atau teratur. Arti ini sungguh berbeda dengan “buang” yang mempunyai arti “throw away”. Throw sendiri dalam “English Dictionary and Thesaurus” mempunyai arti put abruptly,carelessly. Hal yang kurang lebih berarti menaruh sesuatu dengan kurang berhati-hati. Dapatkah Anda lihat perbedaan antara “Buanglah sampah pada tempatnya” dengan “Put the trash.......” dengan menggunakan persepsi masyarakat Indonesia sekarang ini?
Hal itulah yang menjadi salah kaprah (suatu hal yang biasa terjadi) dalam penggunaan bahasa Indonesia. Sehingga banyak masyarakat Indonesia yang membuang sampah sembarangan. Mungkin ada baiknya apabila anjuran “Buanglah sampah pada tempatnya” diganti dengan “Letakkanlah sampah pada tempatnya”. Mungkin hal itu akan menyebabkan masyarakat tersadar, bahwa sampah haruslah diletakkan di tempat yang benar dan sampah itu bukanlah tidak berguna. Karena dengan banyakanya program daur ulang, samaph bisa dioah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Oleh karena itu budayakanlah buang atau letakkan (terserah tersepsi Anda) sampah pada tempatnya. Semoga Indonesia menjadi lebih baik lagi!!!!
Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa orang Indonesia sangat susah untuk membuang sampah pada tempatnya. Kebiasaan ini bahkan hampir menjadi budaya yang melekat erat pada kehidupan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan hampir tidak adanya tempat umum (public place) yang benar-benar terawat dan bersih. Kalaupun ada yang bersih hal itu biasanya dikarenakan banyaknya petugas kebersihan yang bertugas di tempat tesebut. Hal ini sangatlah berbeda dengan masyarakat Barat atau biasa kta sebut “bule”. Mereka amat peduli dengan kebersihan, bahkan mereka merasa malu apabila membuang sampah di sembarang tempat. Untuk menganalisa perbedaan dalam hal ini, maka coba kita lihat dari segi bahasa.
Di Indonesia sering kita lihat tulisan “buanglah sampah pada tempatnya” untuk menganjurkan agar masyarakat membuang sampah di tempatnya, yaitu tempat sampah. Tetapi sepertinya anjuran tersebut tidaklah berhasil, atau kurang sakti. Mengapa begitu?
Membuang berasal dari kata “buang” yang diberi imbuhan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata buang sendiri mempunyai beberapa arti seperti lempar, lepaskan dan keluarkan. Sedangkan kata membuang juga mempunyai beberapa arti, antara lain:
Melepaskan sesuatu (yang tidak berguna lagi) dengan sengaja dari tangan, melemparkan, mencampakkan
Melemparkan sesuatu karena tidak berguna lagi
Menghilangkan, menghapuskan
Menyia-nyiakan sesuatu
Menghukum dengan jalan mengasingkan ke tempat jauh atau terpencil (biasanya untuk para pelaku kejahatan politik)
Apabila kita melihat berbagai pengertian dari kata membuang, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa membuang berarti melepaskan sesuatu yang tidak berguna (dalam kasus ini iala sampah) lagi. Hanya saja tujuan “pembuangan” tersebut tidak dijelaskan. Oleh karena itulah pemerintah memberi tambahan “pada tempatnya” agar masyarakat melepaskan sesuatu yang tidak berguna lagi pada tempat yang telah disediakan (dalam kasus ini tempat sampah).
Tetapi mengapa masyarakat masih saja susah untuk membuang sampah pada tempatnya? Hal itu dikarenakan telah bergesernya definisi kata “buang” itu sendiri. Kata “buang” menjadi berarti melepaskan sesuatu dengan asal. Hal itu dapat dilihat dari berbagai contoh berikut ini
Oleh komentator sepakbola Indonesia,”Langsung dibuang saja bola itu menjauh dari sergapan striker lawan Bung!!!”
Oleh orang yang sedang sebal atau sedang kasmaran ,”Aku selalu membuang muka bila berpapasan dengannya.”
Dari contoh-contoh tersebut dapat kita simpulkan bahwa buang berarti melepaskan sesuatu dengan asal, yang penting menjauh dari objek yang berhubungan.
Hal tersebut sangatlah berbeda dengan masyarakat Barat atau “Bule”. Di luar negeri, anjuran untuk membuang sampah berbunyi “Put the trash.......”. Padahal arti kata “put” itu sendiri berarti meletakkan, menempatkan (menurut kamus lengkap bahasa indonesia inggris). Meletakkan mempunyai arti yang hampir mirip dengan menaruh. Sedangkan menaruh itu sendiri mempunyai arti (menurut KBBI) :
Meletakkan, menempatkan
Mencantumkan atau menentukan
Memasang taruhan
Menitipkan
Mempunyai
Mengandung perasaan
Untuk kata “meletakkan” dan “menaruh”, masyarakat Indonesia mempunyai persepsi bahwa kata tersebut biasanya dipakai untuk menaruh suatu benda dengan teratur atau ada tujuannya, sehingga tempat untuk menaruh benda tersebut sudah jelas. Bahkan dalam sepakbola, “placing” biasa mempunyai arti dengan menaruh bola dengan tujuan yang jelas atau teratur. Arti ini sungguh berbeda dengan “buang” yang mempunyai arti “throw away”. Throw sendiri dalam “English Dictionary and Thesaurus” mempunyai arti put abruptly,carelessly. Hal yang kurang lebih berarti menaruh sesuatu dengan kurang berhati-hati. Dapatkah Anda lihat perbedaan antara “Buanglah sampah pada tempatnya” dengan “Put the trash.......” dengan menggunakan persepsi masyarakat Indonesia sekarang ini?
Hal itulah yang menjadi salah kaprah (suatu hal yang biasa terjadi) dalam penggunaan bahasa Indonesia. Sehingga banyak masyarakat Indonesia yang membuang sampah sembarangan. Mungkin ada baiknya apabila anjuran “Buanglah sampah pada tempatnya” diganti dengan “Letakkanlah sampah pada tempatnya”. Mungkin hal itu akan menyebabkan masyarakat tersadar, bahwa sampah haruslah diletakkan di tempat yang benar dan sampah itu bukanlah tidak berguna. Karena dengan banyakanya program daur ulang, samaph bisa dioah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Oleh karena itu budayakanlah buang atau letakkan (terserah tersepsi Anda) sampah pada tempatnya. Semoga Indonesia menjadi lebih baik lagi!!!!
Jumat, 12 Juni 2009
3+2 > 6+5 (Tiga Plus Dua Lebih Baik dari Enam Plus Lima)
Sebagai seorang pecandu bola, salah satu hal yang meresahkan saya ialah tentang kualitas Tim Nasional (Timnas) itu sendiri. Bobrok!!! Mungkin kata itu terdengar kasar, tetapi coba perhatikan...kompetisi yang sarat permasalahan, prestasi Timnas yang kering kerontang bahkan di kawasan Asia Tenggara hingga struktur organisasi tertinggi yang seperti sirkus. Tetapi hanya kritik tidak akan memecahkan permasalahan. Untuk itulah saya akan mencoba memberikan solusi yang menurut saya mampu untuk meningkatkan kualitas Timnas Indonesia.
Untuk meningkatkan kualitas Timnas Indonesia, langkah pertama yang harus dilakukan ialah dengan meningkatkan mutu kompetisi itu sendiri. Karena dengan kompetisi yang bagus dan kompetitif maka dengan sendirinya para pemain Indonesia akan semakin terasah kemampuannya. Selain itu Timnas merupakan muara dari kompetisi itu sendiri. Salah satu hal yang pantas mendapatkan perhatian berlebih ialah para pemain muda karena mereka yang akan menentukan kemana timnas kita ini. Untuk meningkatkan kualitas para pemain muda ini, PSSI harus mengeluarkan kebijakan yang memproteksi para pemain muda tersebut.
Salah satu peraturan yang dikeluarkan oleh PSSI ialah bahwa setiap tim boleh memiliki lima pemain asing dan kelima pemain itu boleh dimainkan secara sekaligus dalam satu pertandingan (6+5). Menurut saya hal itu akan menghambat adanya proses regenerasi. Dengan adanya lima pemain asing itu maka kesempatan para pemain lokal hanya menjadi enam orang. Mungkin secara kualitas dan short-run hal tersebut bisa meningkatkan mutu kompetisi. Tetapi bagaimana dengan kesempatan para pemain lokal? Khususnya para pemain muda, sangat susah bagi mereka untuk mendapatkan kesempatan bermain. Oleh karena itu, perkembangan kualitas para pemain muda sangatlah memprihatinkan.
Untuk menyiasati hal tersebut, maka PSSI harus merubah peraturan tersebut dari 6+5 menjadi 3+2. Yang dimaksud dengan 3+2 di sini ialah bahwa setiap tim masih boleh memiliki 5 pemain asing, hanya saja yang boleh dimainkan dalam satu pertandingan maksimum ialah hanya 3 pemain. Sedangkan 2 tempat sisanya diberikan kepada pemain lokal Under-23. Dengan begitu maka dalam satu tim terdiri dari 6 pemain lokal senior, 3 pemain asing dan 2 pemain U-23 yang berasal dari tim tersebut (kalau di Eropa dikenal dengan nama homegrown player). Dengan begitu para pemain muda akan semakin mendapatkan kesempatan dan mereka bisa meningkatkan kemampuan mereka secara kontinuitas.
Dengan hanya boleh memainkan 3 pemain asing, maka klub akan semakin lebih selektif dalam memilih pemain asing. Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak pemain asing yang kualitasnya di bawah pemain lokal dan mereka sering menjadi biang keributan dalam pertandingan. Dengan begitu para pemain muda bisa belajar dari pemain yang sungguh-sungguh berkompeten.
Hal ini jauh lebih murah daripada “kebiasaan” PSSI yang mengirim timnas untuk berlatih di luar negeri. Hasilnya sudah terbukti gagal. Para pemain primavera yang dikirim ke Itali di periode 1990an dan para pemain U-23 yang dikirim ke Belanda untuk terbukti tidak mampu meningkatkan kualitas Timnas secara keseluruhan, hanya segelintir pemain yang benar-benar menjadi pemain berkualitas.
Kebijakan 3+2 tersebut secara tidak langsung akan membuat tim-tim di Indonesia akan mengembangkan pemain juniornya. Karena mereka pasti tidak mau menurunkan kuaitas timnya. Karena 2 pemain junior tersebut tidak boleh membeli dari klub lain melainkan harus dari tim yang bersangkutan maka mereka akan semakin memperhatikan pengembangan bibit-bibit muda, khususnya potensi-potensi lokal. Dalam hal ini PSSI bisa membantu, misalnya dengan memberikan bantuan dana untuk membantu perkembangan pemain lokal. Daripada dananya untuk mengirimkan Timans keluar negeri lebih baik dananya digunakan untuk membangun infrastruktur pelatihan di daerah-daerah.
Dalam long-run, para pemain muda tersebut akan menjadi pemain yang matang. Karena mereka sudah merasakan “asam garam” kompetisi liga Indonesia. Coba bayangkan seluruh klub peserta liga Indonesia dari semua divisi menggunakan kebijakan ini. Mungkin dalam 2-5 tahun kualitas kompetisi akan menurun, tetapi tahun-tahun setelahnya Timnas Indonesia tidak akan kesulitan mencari pemain dan pemain yang tersedia juga cukup berkualitas karena mereka sudah berpengalaman di kompetisi. Yang jelas, untuk meningkatkan kualitas dunia persepakbolaan Indonesia langkah-langkah instan saja tidaklah cukup. Kita harus mengubah paradigma dengan memperhatikan pembangunan secara bertahap. Janganlah kita menjadi bangsa yang instan....Maju terus sepakbola Indonesia!!!!
Untuk meningkatkan kualitas Timnas Indonesia, langkah pertama yang harus dilakukan ialah dengan meningkatkan mutu kompetisi itu sendiri. Karena dengan kompetisi yang bagus dan kompetitif maka dengan sendirinya para pemain Indonesia akan semakin terasah kemampuannya. Selain itu Timnas merupakan muara dari kompetisi itu sendiri. Salah satu hal yang pantas mendapatkan perhatian berlebih ialah para pemain muda karena mereka yang akan menentukan kemana timnas kita ini. Untuk meningkatkan kualitas para pemain muda ini, PSSI harus mengeluarkan kebijakan yang memproteksi para pemain muda tersebut.
Salah satu peraturan yang dikeluarkan oleh PSSI ialah bahwa setiap tim boleh memiliki lima pemain asing dan kelima pemain itu boleh dimainkan secara sekaligus dalam satu pertandingan (6+5). Menurut saya hal itu akan menghambat adanya proses regenerasi. Dengan adanya lima pemain asing itu maka kesempatan para pemain lokal hanya menjadi enam orang. Mungkin secara kualitas dan short-run hal tersebut bisa meningkatkan mutu kompetisi. Tetapi bagaimana dengan kesempatan para pemain lokal? Khususnya para pemain muda, sangat susah bagi mereka untuk mendapatkan kesempatan bermain. Oleh karena itu, perkembangan kualitas para pemain muda sangatlah memprihatinkan.
Untuk menyiasati hal tersebut, maka PSSI harus merubah peraturan tersebut dari 6+5 menjadi 3+2. Yang dimaksud dengan 3+2 di sini ialah bahwa setiap tim masih boleh memiliki 5 pemain asing, hanya saja yang boleh dimainkan dalam satu pertandingan maksimum ialah hanya 3 pemain. Sedangkan 2 tempat sisanya diberikan kepada pemain lokal Under-23. Dengan begitu maka dalam satu tim terdiri dari 6 pemain lokal senior, 3 pemain asing dan 2 pemain U-23 yang berasal dari tim tersebut (kalau di Eropa dikenal dengan nama homegrown player). Dengan begitu para pemain muda akan semakin mendapatkan kesempatan dan mereka bisa meningkatkan kemampuan mereka secara kontinuitas.
Dengan hanya boleh memainkan 3 pemain asing, maka klub akan semakin lebih selektif dalam memilih pemain asing. Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak pemain asing yang kualitasnya di bawah pemain lokal dan mereka sering menjadi biang keributan dalam pertandingan. Dengan begitu para pemain muda bisa belajar dari pemain yang sungguh-sungguh berkompeten.
Hal ini jauh lebih murah daripada “kebiasaan” PSSI yang mengirim timnas untuk berlatih di luar negeri. Hasilnya sudah terbukti gagal. Para pemain primavera yang dikirim ke Itali di periode 1990an dan para pemain U-23 yang dikirim ke Belanda untuk terbukti tidak mampu meningkatkan kualitas Timnas secara keseluruhan, hanya segelintir pemain yang benar-benar menjadi pemain berkualitas.
Kebijakan 3+2 tersebut secara tidak langsung akan membuat tim-tim di Indonesia akan mengembangkan pemain juniornya. Karena mereka pasti tidak mau menurunkan kuaitas timnya. Karena 2 pemain junior tersebut tidak boleh membeli dari klub lain melainkan harus dari tim yang bersangkutan maka mereka akan semakin memperhatikan pengembangan bibit-bibit muda, khususnya potensi-potensi lokal. Dalam hal ini PSSI bisa membantu, misalnya dengan memberikan bantuan dana untuk membantu perkembangan pemain lokal. Daripada dananya untuk mengirimkan Timans keluar negeri lebih baik dananya digunakan untuk membangun infrastruktur pelatihan di daerah-daerah.
Dalam long-run, para pemain muda tersebut akan menjadi pemain yang matang. Karena mereka sudah merasakan “asam garam” kompetisi liga Indonesia. Coba bayangkan seluruh klub peserta liga Indonesia dari semua divisi menggunakan kebijakan ini. Mungkin dalam 2-5 tahun kualitas kompetisi akan menurun, tetapi tahun-tahun setelahnya Timnas Indonesia tidak akan kesulitan mencari pemain dan pemain yang tersedia juga cukup berkualitas karena mereka sudah berpengalaman di kompetisi. Yang jelas, untuk meningkatkan kualitas dunia persepakbolaan Indonesia langkah-langkah instan saja tidaklah cukup. Kita harus mengubah paradigma dengan memperhatikan pembangunan secara bertahap. Janganlah kita menjadi bangsa yang instan....Maju terus sepakbola Indonesia!!!!
Politik Kepentingan Luar Angkasa Indonesia
Politik Kepentingan Luar Angkasa Indonesia
Nama : Agil Abiyoso Nugroho
NPM : 0606081293
Tugas Pengganti UAS Mata Kuliah Ekonomi Politik
Sejarah dan Perkembangan Satelit
Semenjak Sputnik yang notabene merupakan satelit buatan manusia pertama diterbangkan oleh Uni Soviet menuju antariksa pada 4 Oktober 1957, maka semenjak itu pula antariksa menjadi suatu daerah baru yang harus “ditaklukan” bagi negara-negara di Bumi, khususnya Uni Soviet dan Amerika Serikat. Karena kedua negara adidaya itu yang menjadi pelopor dalam perkembangan teknologi satelit. Semenjak itu pula, peran satelit semakin penting, sehingga banyak negara yang kemudian mengembangkan teknologi dan anggarannya untuk mengirimkan satelit ke luar angkasa.
Daftar Peluncuran Satelit Pertama dari Berbagai Negara
No Negara Tahun Peluncuran Roket Satelit
1 Uni Soviet 1957 Sputnik-PS Sputnik 1
2 Amerika Serikat 1958 Juno 1 Explorer 1
3 Perancis 1965 Diamant Astérix
4 Jepang 1970 Lambda-4S Ōsumi
5 RRC 1970 Long March 1 Dong Fang Hong I
6 Inggris 1971 Black Arrow Prospero X-3
7 India 1980 SLV
Rohini
8 Israel 1988 Shavit
Ofeq 1
9 Rusia 1992 Soyuz-U
Templat:Kosmos
10 Ukraina 1992 Tsyklon-3
Strela
11 Iran 2009 Safir-2
Omid 1
Sumber :http:// www.wikipedia/satelit.com
Tak mau tertinggal dengan negara-negara lainnya, Indonesia juga mengembangkan satelit untuk dikirim ke luar angkasa, walaupun untuk pengirimannya masih harus “menumpang” pesawat antariksa negara lain. Di Indonesia sendiri satelit yang pertama kali diluncurkan ialah Palapa A1 pada 8 Juli 1976 yang bertujuan untuk memperlancar komunikasi di seluruh Nusantara.
Setelah Palapa A1 berhasil diluncurkan, Indonesia pun mengirimkan satelit-satelit lainnya ke antariksa, hingga Palapa C2 pada 15 Mei 1996. Hingga pada 2006 Indonesia berhasil menerbangkan satelit pertama buatan Indonesia, yaitu INASAT 1. Tak ketinggalan Indonesia juga mengembangkan satelit yang bernama LAPAN-TUBSAT yang proses pengerjaannya dikerjakan secara kerjasama dengan Universitas Teknik Berlin pada 2007. Hingga kini, Indonesia masih terus megembangkan teknologinya agar mampu mengirimkan satelit yang kualitasnya lebih baik lagi. Padahal biaya untuk mengembangkan satelit sangatlah mahal, selain itu masih banyak bidang lain yang harus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Perlukah pemerintah Indonesia mengembangkan dunia persatelitannya?
Fungsi dan Kegunaan Satelit bagi Perekonomian dan Politik Indonesia
Dengan semakin berkembangnya teknologi yang dgunakan oleh satelit, maka semakin berkembang pula fungsi dan kegunaan dari satelit itu sendiri. Bila pada awalnya satelit digunakan untuk telekomunikasi dan hanya sebagai pemancar gelombang, kini satelit dapat berfungsi untuk mengamati citra atau objek yang terdapat di Bumi, bahkan dapat digunakan untuk mengawasi para pelaku kejahatan seperti di Amerika Serikat. Selain itu satelit juga dapat digunakan untuk mengamati objek yang terdapat di angkasa luar sana, sehingga satelit dapat berfungsi sebagai observatorium angkasa seperti Teleskop Hubble milik Amerika Serikat.
Dari segi Hankam (Pertahanan dan Keamanan), satelit akan sangat berguna. Khususnya untuk fungsi sebagai pengamat citra di Bumi, karena Indonesia mempunyai luas daerah yang sangat luas dimana sebagian besar dikelilingi oleh lautan. Untuk menjaga daerah teritorial Indonesia, khususnya di daerah perbatasan kehadiran satelit akan sangat berguna sebagai pengawas perbatasan. Selain untuk mengawasi perbatasan, satelit dapat juga digunakan untuk mengawasi sumber daya alam Indonesia yang berpotensi dan memiliki nilai jual yang tinggi. Seperti hutan, pertambangan, perikanan dan hasil-hasil alam lainnya. Sehingga kekayaan alam Indonesia dapat lebih terjaga dan aman dari para pencuri kekayaan negara yang bisa merugikan devisa negara.
Dari segi telekomunikasi satelit akan mampu untuk menghubungkan antar pelosok daerah di Indonesia. Baik untuk gelombang radio, gelombang televisi hingga gelombang telepon genggam atau telepon satelit. Dengan lancarnya komunikasi hingga ke seluruh pelosok Indonesia maka dapat dipastikan berkurangnya asymmetric information, sehingga kegiatan perekonomian akan meningkat di berbagai sektor. Yang pada akhirnya GDP negara akan mengalami peningkatan.
Fungsi yang terakhir merupakan prestige. Dengan berhasilnya Indonesia mengirimkan satelit yang canggih ke antariksa, hal tersebut akan menegaskan kepada dunia bahwa teknologi di Indonesia sudah berkembang. Sehingga Indonesia akan mempunyai tempat di antara negara-negara yang sudah lebih dulu berhasil mengirimkan satelit. Hubungan politik luar negeri Indonesia dengan negara-negara lain akan semakin kuat.
Kendala-kendala yang Dimiliki Indonesia
Bagan 1. Kendala-kendala Indonesia
Apabila kita menganalisa lebih lanjut, sebenarnya pokok ketiga permasalahan tersebut diakibatkan karena kurang pedulinya pemerintah dengan perkembangan satelit di Indonesia. Hal itulah yang menyebabkan masalah-masalah lainnya timbul.
Untuk membuat satelit yang well-qualified, salah satu faktor yang menentukan ialah teknologi yang memadai atau canggih, seperti komputerisasi di segala bidang pengerjaan. Dengan mengacu kepada NASA (National Aeronautics and Space Administration), maka teknologi yang dimiliki Indonesia ini sangatlah tertinggal jauh.
Persoalan lain ialah tentang kualitas sumber daya manusia. Manusia menjadi salah satu aspek yang paling penting dalam proses pembuatan satelit, karena manusia sebagai subyek pengerjaan. Teknologi secanggih apapun apabila tidak didukung dengan kualitas SDM yang memadai akan percuma.
Masalah lainnya sebenarnya merupakan masalah klasik bagi setiap pengerjaan proyek di negara ini, yaitu masalah dana. Perlu diketahui, untuk membuat satelit biayannya sangatlah besar, Anggarannya bisa mencapai ratusan juta US$ . Hal ini diperparah dengan belum dijadikannya proyek satelit sebagai proritas di dalam politik negara ini. Untuk contoh kasusnya saja, LAPAN mengalami kesulitan untuk mendapatkan dana sebesar Rp 300 miliar untuk proyek satelit mikro . Bandingkan dengan negara-negara maju lainnya yang memberikan anggran sangat besar untuk pengembangan satelit. Rusia untuk mengembangkan satelitnya yang bernama Glonnas saja menganggarkan US$ 300 million.
Saran-saran untuk Mengatasi Hambatan dan Manfaat yang diterima Indonesia
Meskipun masalah yang dihadapi Indonesia terbilang “pelik” dalam mengembangkan dunia satelit di Indonesia, tetapi ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menyiasati dan mengatasi masalah-masalah tersebut. Selain itu, saran-saran tersebut juga akan memberikan manfaat ekstra ayng bisa dinikmati oleh Indonesia nantinya.
Saran-saran
1. Mengubah Kebijakan Pemerintah
Hal yang pertama perlu dilakukan ialah membuat pengembangan satelit menjadi salah satu aspek pembangunan yang diprioritaskan oleh pemerintah. Dengan adanya jaminan dari pemerintah, maka setidaknya masalah-masalah yang menyangkut birokrasi bisa diminimalisasi. Selain itu jaminan dari pemerintah juga bisa mendorong pihak asing untuk berinvestasi di Indonesia.
2. Mendirikan Pusat Pengembangan Satelit Internasional
Untuk mengatasi masalah keterbelakangan teknologi, hal itu bisa diatasi dengan “alih teknologi”. Alih teknologi bisa dilakukan dengan membuat pusat atau pangkalan pembuatan dan pengembangan satelit Internasional di Indonesia yang dananya didapat dari pemerintah Indonesia dan investasi dari pihak asing. Dengan letak Indonesia yang melewati garis kathulistiwa, seharusnya hal itu menjadi nilai lebih yang menarik pihak asing untuk berinvestasi. Sudah bukan rahasia lagi bahwa meluncurkan pesawat angkasa luar lebih baik dilakukan di khatulistiwa . Pada awal 2000 sempat ada niat dari Rusia dan Amerika Serikat untuk menjadikan Pulau Biak di Propinsi Papua sebagai lokasi peluncuran satelit . Hanya saja terhambat karena sikap birokrasi Indonesia. Selain itu dengan dekatnya tempat pembuatan dan peluncuran pesawat angkasa luar, maka hal tersebut bisa meminimalisasi biaya yang harus dikeluarkan.
Indonesia juga mendapatkan manfaat dari segi ekonomi pembangunan, langkah tersebut juga bisa membantu pembangunan infrastruktur di daerah yang bersangkutan, sehingga bisa mengembangkan suatu kota baru. Kota tersebut bisa berkembang akibat adanya pusat pengembangan satelit internasional yang juga akan turut memicu pembangunan infrastruktur di daerah tersebut dan dapat memicu meningkatnya kegiatan perekonomian daerah tersebut. Dalam pembuatan pusat pengembangan satelit internasional tersebut juga akan banyak menyerap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja daerah setempat. Baik tenaga kasar seperti buruh, mandor, keamanan hingga tenaga kerja trampil seperti arsitek, ahli Geologi hingga dokter. Sehingga bisa menyentuh sektor riil daerah setempat dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Hal tersebut juga bisa digunakan untuk mengatasi problem rendahnya kualitas SDM Indonesia. Di pusat pembuatan satelit tersebut bisa dijadikan sebagai tempat pelatihan dan pendidikan bagi para teknisi-teknisi Indonesia. Para pengajarnya merupakan para teknisi asing yang didatangkan dengan tujuan alih teknologi. Dengan fungsinya sebagai meeting point maka diharapkan kualitas SDM Indonesia akan meningkat, termasuk dari segi attitude. Karena para teknisi lokal akan banyak berinteraksi dengan teknisi luar, sehingga diharapkan mereka dapat meniru budaya positif Barat yang menjadi budaya buruk bangsa kita, seperti tepat waktu, disiplin, tingginya etos kerja, profesionalitas dan integritas.
3. Mengembangkan Satelit Bersama dengan Negara Lainnya
Sedangkan untuk masalah dana, hal itu bisa diatasi dengan mengajak negara yang ber-GDP tinggi tetapi tidak mempunyai akses dan teknologi untuk mengembangkan satelit, atau negara yang belum memprioritaskan satelit sebagai pembangunan negerinya. Alternatif lain ialah Indonesia mengajak negara-negara pendonor Indonesia seperti Belanda, Jerman atau bahkan Luksemburg untuk menanamkan modalnya di pusat satelit internasional yang dikelola dan berlokasi di Indonesia.
Apabila Indonesia ingin mengembangkan hubungan regional agar lebih baik, maka Indonesia dapat mengajak negara-negara ASEAN untuk berinvestasi di pusat satelit tersebut. Didukung dengan berada di wilayah yang sama, maka seharusnya hal tersebut dapat menjadi semacam nilai lebih dalam mengajak ASEAN untuk ikut bergabung dalam proyek ini. Sehingga dalam proses pengerjaannya nanti, dana untuk pembuatan satelit ditutupi secara “patungan” atau bersama-sama oleh Indonesia dengan negara partner. Hal yang harus diperhatikan disini ialah kepentingan kedua negara dalam penggunaan satelit tersebut harus sama-sama terpenuhi.
Manfaat-manfaat yang akan didapat Indonesia
Dengan mengubah kebijakan pemerintah, maka sektor pengembangan satelit akan semakin mendapatkan “porsi lebih” di negara ini, sehingga akan ada banyak perhatian, baik berupa fasilitas maupun dana yang diberikan pemerintah. Begitu pula dengan mendirikan semacam pangkalan satelit internasional dan berinvestasi dengan negara lainnya dalam proyek satelit yang dikembangankan oleh Indonesia, hal tersebut akan memberikan beberapa manfaat yang didapatkan oleh Indonesia. Selain lancarnya proses alih teknologi, meningkatnya kualitas SDM Indonesia, berkembangnya infrastruktur daerah, meningkatnya pendapatan masyarakat, selesainya masalah dana, hingga dapat mempererat hubungan internasional antara Indonesia dengan negara-negara lainnya. Hal tersebut akan sangat berguna, terutama di era globalisasi seperti sekarang ini. Dimana suatu negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya tanpa adanya bantuan dari negara lainnya.
Kesimpulan
Di Indonesia sendiri pengembangan satelit masih belum menjadi prioritas, ditambah dengan adanya berbagai faktor yang menghambat pengembangan satelit di Indonesia seperti teknologi, kualitas sumber daya manusia hingga dana, hal tersebut menyebabkan pengembangan satelit di Indonesia seakan “berjalan di tempat”.
Meskipun demikian, Indonesia dirasa perlu untuk mengembangkan dunia persatelitannya. Hal itu dikarenakan berbagai berbagai hal. Seperti kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan fungsi-fungsi satelit yang sangat berguna bagi Hankam dan komunikasi di Indonesia serta makin menegaskan posisi Indonesia di mata dunia akibat mengembangkan satelit.
Untuk mengatasi masalah agar pengembangan satelit dapat berjalan dengan lancar maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu adanya perhatian “ekstra” dari pemerintah, membuat pusat pengembangan satelit internasional dan mengembangkan satelit bersama negara lain. Dengan begitu masalah-masalah yang dihadapi dapat diselesaikan, bahkan Indonesia akan menikmati beberapa keuntungan dari dijalankannya kebijakan tersebut seperti lancarnya pembangunan infrastruktur dan makin kuatnya hubungan serta politik luar negeri Indonesia yang dapat memberikan dampak positif bagi Indoensia ke depannya.
Untuk itulah, walaupun pengembangan satelit masih belum menjadi prioritas di Indonesia, tetapi Indonesia akan mendapatkan dampak yang positif dari pengembangan dunia persatelitan di Indonesia. Untuk itulah pemerintah harus membantu dan mengembangkan dunia persatelitan Indonesia.
Daftar Pustaka
Nama : Agil Abiyoso Nugroho
NPM : 0606081293
Tugas Pengganti UAS Mata Kuliah Ekonomi Politik
Sejarah dan Perkembangan Satelit
Semenjak Sputnik yang notabene merupakan satelit buatan manusia pertama diterbangkan oleh Uni Soviet menuju antariksa pada 4 Oktober 1957, maka semenjak itu pula antariksa menjadi suatu daerah baru yang harus “ditaklukan” bagi negara-negara di Bumi, khususnya Uni Soviet dan Amerika Serikat. Karena kedua negara adidaya itu yang menjadi pelopor dalam perkembangan teknologi satelit. Semenjak itu pula, peran satelit semakin penting, sehingga banyak negara yang kemudian mengembangkan teknologi dan anggarannya untuk mengirimkan satelit ke luar angkasa.
Daftar Peluncuran Satelit Pertama dari Berbagai Negara
No Negara Tahun Peluncuran Roket Satelit
1 Uni Soviet 1957 Sputnik-PS Sputnik 1
2 Amerika Serikat 1958 Juno 1 Explorer 1
3 Perancis 1965 Diamant Astérix
4 Jepang 1970 Lambda-4S Ōsumi
5 RRC 1970 Long March 1 Dong Fang Hong I
6 Inggris 1971 Black Arrow Prospero X-3
7 India 1980 SLV
Rohini
8 Israel 1988 Shavit
Ofeq 1
9 Rusia 1992 Soyuz-U
Templat:Kosmos
10 Ukraina 1992 Tsyklon-3
Strela
11 Iran 2009 Safir-2
Omid 1
Sumber :http:// www.wikipedia/satelit.com
Tak mau tertinggal dengan negara-negara lainnya, Indonesia juga mengembangkan satelit untuk dikirim ke luar angkasa, walaupun untuk pengirimannya masih harus “menumpang” pesawat antariksa negara lain. Di Indonesia sendiri satelit yang pertama kali diluncurkan ialah Palapa A1 pada 8 Juli 1976 yang bertujuan untuk memperlancar komunikasi di seluruh Nusantara.
Setelah Palapa A1 berhasil diluncurkan, Indonesia pun mengirimkan satelit-satelit lainnya ke antariksa, hingga Palapa C2 pada 15 Mei 1996. Hingga pada 2006 Indonesia berhasil menerbangkan satelit pertama buatan Indonesia, yaitu INASAT 1. Tak ketinggalan Indonesia juga mengembangkan satelit yang bernama LAPAN-TUBSAT yang proses pengerjaannya dikerjakan secara kerjasama dengan Universitas Teknik Berlin pada 2007. Hingga kini, Indonesia masih terus megembangkan teknologinya agar mampu mengirimkan satelit yang kualitasnya lebih baik lagi. Padahal biaya untuk mengembangkan satelit sangatlah mahal, selain itu masih banyak bidang lain yang harus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Perlukah pemerintah Indonesia mengembangkan dunia persatelitannya?
Fungsi dan Kegunaan Satelit bagi Perekonomian dan Politik Indonesia
Dengan semakin berkembangnya teknologi yang dgunakan oleh satelit, maka semakin berkembang pula fungsi dan kegunaan dari satelit itu sendiri. Bila pada awalnya satelit digunakan untuk telekomunikasi dan hanya sebagai pemancar gelombang, kini satelit dapat berfungsi untuk mengamati citra atau objek yang terdapat di Bumi, bahkan dapat digunakan untuk mengawasi para pelaku kejahatan seperti di Amerika Serikat. Selain itu satelit juga dapat digunakan untuk mengamati objek yang terdapat di angkasa luar sana, sehingga satelit dapat berfungsi sebagai observatorium angkasa seperti Teleskop Hubble milik Amerika Serikat.
Dari segi Hankam (Pertahanan dan Keamanan), satelit akan sangat berguna. Khususnya untuk fungsi sebagai pengamat citra di Bumi, karena Indonesia mempunyai luas daerah yang sangat luas dimana sebagian besar dikelilingi oleh lautan. Untuk menjaga daerah teritorial Indonesia, khususnya di daerah perbatasan kehadiran satelit akan sangat berguna sebagai pengawas perbatasan. Selain untuk mengawasi perbatasan, satelit dapat juga digunakan untuk mengawasi sumber daya alam Indonesia yang berpotensi dan memiliki nilai jual yang tinggi. Seperti hutan, pertambangan, perikanan dan hasil-hasil alam lainnya. Sehingga kekayaan alam Indonesia dapat lebih terjaga dan aman dari para pencuri kekayaan negara yang bisa merugikan devisa negara.
Dari segi telekomunikasi satelit akan mampu untuk menghubungkan antar pelosok daerah di Indonesia. Baik untuk gelombang radio, gelombang televisi hingga gelombang telepon genggam atau telepon satelit. Dengan lancarnya komunikasi hingga ke seluruh pelosok Indonesia maka dapat dipastikan berkurangnya asymmetric information, sehingga kegiatan perekonomian akan meningkat di berbagai sektor. Yang pada akhirnya GDP negara akan mengalami peningkatan.
Fungsi yang terakhir merupakan prestige. Dengan berhasilnya Indonesia mengirimkan satelit yang canggih ke antariksa, hal tersebut akan menegaskan kepada dunia bahwa teknologi di Indonesia sudah berkembang. Sehingga Indonesia akan mempunyai tempat di antara negara-negara yang sudah lebih dulu berhasil mengirimkan satelit. Hubungan politik luar negeri Indonesia dengan negara-negara lain akan semakin kuat.
Kendala-kendala yang Dimiliki Indonesia
Bagan 1. Kendala-kendala Indonesia
Apabila kita menganalisa lebih lanjut, sebenarnya pokok ketiga permasalahan tersebut diakibatkan karena kurang pedulinya pemerintah dengan perkembangan satelit di Indonesia. Hal itulah yang menyebabkan masalah-masalah lainnya timbul.
Untuk membuat satelit yang well-qualified, salah satu faktor yang menentukan ialah teknologi yang memadai atau canggih, seperti komputerisasi di segala bidang pengerjaan. Dengan mengacu kepada NASA (National Aeronautics and Space Administration), maka teknologi yang dimiliki Indonesia ini sangatlah tertinggal jauh.
Persoalan lain ialah tentang kualitas sumber daya manusia. Manusia menjadi salah satu aspek yang paling penting dalam proses pembuatan satelit, karena manusia sebagai subyek pengerjaan. Teknologi secanggih apapun apabila tidak didukung dengan kualitas SDM yang memadai akan percuma.
Masalah lainnya sebenarnya merupakan masalah klasik bagi setiap pengerjaan proyek di negara ini, yaitu masalah dana. Perlu diketahui, untuk membuat satelit biayannya sangatlah besar, Anggarannya bisa mencapai ratusan juta US$ . Hal ini diperparah dengan belum dijadikannya proyek satelit sebagai proritas di dalam politik negara ini. Untuk contoh kasusnya saja, LAPAN mengalami kesulitan untuk mendapatkan dana sebesar Rp 300 miliar untuk proyek satelit mikro . Bandingkan dengan negara-negara maju lainnya yang memberikan anggran sangat besar untuk pengembangan satelit. Rusia untuk mengembangkan satelitnya yang bernama Glonnas saja menganggarkan US$ 300 million.
Saran-saran untuk Mengatasi Hambatan dan Manfaat yang diterima Indonesia
Meskipun masalah yang dihadapi Indonesia terbilang “pelik” dalam mengembangkan dunia satelit di Indonesia, tetapi ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menyiasati dan mengatasi masalah-masalah tersebut. Selain itu, saran-saran tersebut juga akan memberikan manfaat ekstra ayng bisa dinikmati oleh Indonesia nantinya.
Saran-saran
1. Mengubah Kebijakan Pemerintah
Hal yang pertama perlu dilakukan ialah membuat pengembangan satelit menjadi salah satu aspek pembangunan yang diprioritaskan oleh pemerintah. Dengan adanya jaminan dari pemerintah, maka setidaknya masalah-masalah yang menyangkut birokrasi bisa diminimalisasi. Selain itu jaminan dari pemerintah juga bisa mendorong pihak asing untuk berinvestasi di Indonesia.
2. Mendirikan Pusat Pengembangan Satelit Internasional
Untuk mengatasi masalah keterbelakangan teknologi, hal itu bisa diatasi dengan “alih teknologi”. Alih teknologi bisa dilakukan dengan membuat pusat atau pangkalan pembuatan dan pengembangan satelit Internasional di Indonesia yang dananya didapat dari pemerintah Indonesia dan investasi dari pihak asing. Dengan letak Indonesia yang melewati garis kathulistiwa, seharusnya hal itu menjadi nilai lebih yang menarik pihak asing untuk berinvestasi. Sudah bukan rahasia lagi bahwa meluncurkan pesawat angkasa luar lebih baik dilakukan di khatulistiwa . Pada awal 2000 sempat ada niat dari Rusia dan Amerika Serikat untuk menjadikan Pulau Biak di Propinsi Papua sebagai lokasi peluncuran satelit . Hanya saja terhambat karena sikap birokrasi Indonesia. Selain itu dengan dekatnya tempat pembuatan dan peluncuran pesawat angkasa luar, maka hal tersebut bisa meminimalisasi biaya yang harus dikeluarkan.
Indonesia juga mendapatkan manfaat dari segi ekonomi pembangunan, langkah tersebut juga bisa membantu pembangunan infrastruktur di daerah yang bersangkutan, sehingga bisa mengembangkan suatu kota baru. Kota tersebut bisa berkembang akibat adanya pusat pengembangan satelit internasional yang juga akan turut memicu pembangunan infrastruktur di daerah tersebut dan dapat memicu meningkatnya kegiatan perekonomian daerah tersebut. Dalam pembuatan pusat pengembangan satelit internasional tersebut juga akan banyak menyerap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja daerah setempat. Baik tenaga kasar seperti buruh, mandor, keamanan hingga tenaga kerja trampil seperti arsitek, ahli Geologi hingga dokter. Sehingga bisa menyentuh sektor riil daerah setempat dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Hal tersebut juga bisa digunakan untuk mengatasi problem rendahnya kualitas SDM Indonesia. Di pusat pembuatan satelit tersebut bisa dijadikan sebagai tempat pelatihan dan pendidikan bagi para teknisi-teknisi Indonesia. Para pengajarnya merupakan para teknisi asing yang didatangkan dengan tujuan alih teknologi. Dengan fungsinya sebagai meeting point maka diharapkan kualitas SDM Indonesia akan meningkat, termasuk dari segi attitude. Karena para teknisi lokal akan banyak berinteraksi dengan teknisi luar, sehingga diharapkan mereka dapat meniru budaya positif Barat yang menjadi budaya buruk bangsa kita, seperti tepat waktu, disiplin, tingginya etos kerja, profesionalitas dan integritas.
3. Mengembangkan Satelit Bersama dengan Negara Lainnya
Sedangkan untuk masalah dana, hal itu bisa diatasi dengan mengajak negara yang ber-GDP tinggi tetapi tidak mempunyai akses dan teknologi untuk mengembangkan satelit, atau negara yang belum memprioritaskan satelit sebagai pembangunan negerinya. Alternatif lain ialah Indonesia mengajak negara-negara pendonor Indonesia seperti Belanda, Jerman atau bahkan Luksemburg untuk menanamkan modalnya di pusat satelit internasional yang dikelola dan berlokasi di Indonesia.
Apabila Indonesia ingin mengembangkan hubungan regional agar lebih baik, maka Indonesia dapat mengajak negara-negara ASEAN untuk berinvestasi di pusat satelit tersebut. Didukung dengan berada di wilayah yang sama, maka seharusnya hal tersebut dapat menjadi semacam nilai lebih dalam mengajak ASEAN untuk ikut bergabung dalam proyek ini. Sehingga dalam proses pengerjaannya nanti, dana untuk pembuatan satelit ditutupi secara “patungan” atau bersama-sama oleh Indonesia dengan negara partner. Hal yang harus diperhatikan disini ialah kepentingan kedua negara dalam penggunaan satelit tersebut harus sama-sama terpenuhi.
Manfaat-manfaat yang akan didapat Indonesia
Dengan mengubah kebijakan pemerintah, maka sektor pengembangan satelit akan semakin mendapatkan “porsi lebih” di negara ini, sehingga akan ada banyak perhatian, baik berupa fasilitas maupun dana yang diberikan pemerintah. Begitu pula dengan mendirikan semacam pangkalan satelit internasional dan berinvestasi dengan negara lainnya dalam proyek satelit yang dikembangankan oleh Indonesia, hal tersebut akan memberikan beberapa manfaat yang didapatkan oleh Indonesia. Selain lancarnya proses alih teknologi, meningkatnya kualitas SDM Indonesia, berkembangnya infrastruktur daerah, meningkatnya pendapatan masyarakat, selesainya masalah dana, hingga dapat mempererat hubungan internasional antara Indonesia dengan negara-negara lainnya. Hal tersebut akan sangat berguna, terutama di era globalisasi seperti sekarang ini. Dimana suatu negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya tanpa adanya bantuan dari negara lainnya.
Kesimpulan
Di Indonesia sendiri pengembangan satelit masih belum menjadi prioritas, ditambah dengan adanya berbagai faktor yang menghambat pengembangan satelit di Indonesia seperti teknologi, kualitas sumber daya manusia hingga dana, hal tersebut menyebabkan pengembangan satelit di Indonesia seakan “berjalan di tempat”.
Meskipun demikian, Indonesia dirasa perlu untuk mengembangkan dunia persatelitannya. Hal itu dikarenakan berbagai berbagai hal. Seperti kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan fungsi-fungsi satelit yang sangat berguna bagi Hankam dan komunikasi di Indonesia serta makin menegaskan posisi Indonesia di mata dunia akibat mengembangkan satelit.
Untuk mengatasi masalah agar pengembangan satelit dapat berjalan dengan lancar maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu adanya perhatian “ekstra” dari pemerintah, membuat pusat pengembangan satelit internasional dan mengembangkan satelit bersama negara lain. Dengan begitu masalah-masalah yang dihadapi dapat diselesaikan, bahkan Indonesia akan menikmati beberapa keuntungan dari dijalankannya kebijakan tersebut seperti lancarnya pembangunan infrastruktur dan makin kuatnya hubungan serta politik luar negeri Indonesia yang dapat memberikan dampak positif bagi Indoensia ke depannya.
Untuk itulah, walaupun pengembangan satelit masih belum menjadi prioritas di Indonesia, tetapi Indonesia akan mendapatkan dampak yang positif dari pengembangan dunia persatelitan di Indonesia. Untuk itulah pemerintah harus membantu dan mengembangkan dunia persatelitan Indonesia.
Daftar Pustaka
Langganan:
Postingan (Atom)