Senin, 20 Juli 2009

Mogok dan Ke(tidak)pedulian

Mogok dan Ke(tidak)pedulian

Pada Sabtu sore ini mobil pick-up saya mogok karena kehabisan bensin di sekitar wilayah Pamulang. Untung saja mobil tersebut mogok tepat di depan SPBU. Maka saya dan supir saya pun mencoba untuk mendorongnya. Hanya saja karena mobil pick-up itu dipenuhi oleh tabung gas maka tenaga kami berdua tidaklah cukup. Mobil tetap tidak bergeming. Sekitar 20 meter dari tempat saya, terdapat lima anak Punk yang sedang memperhatikan saya. Sayangnya mereka hanya diam saja. Hingga salah satu petugas SPBU ikut membantu kami untuk mendorong. Dengan bantuan petugas tersebut maka mobil ini bisa didorong hingga sampai di tempat pengisisan bensin.

Setelah saya mengisi bensin, maka mobil pun sudah bisa menyala kembali. Lalu mobil segera meluncur keluar dari SPBU. Tepat di depan pintu keluar SPBU anak-anak Punk yang tadi memperhatikan kami menyetop mobil untuk meminta tumpangan. Maka mobil pun berhenti.
“Bang!!!Numpang ya Bang!!!”, celetuk salah satu anak Punk.
”Lo emang pada mau kemana?”, saya pun bertanya kepada mereka.
“Kemana aja Bang. Yang penting ikut....”, yang lainnya ikut menjawab
“Yah elu..tadi mobil gw mogok lo pada kagak mau bantuin dorong. Sekarang mobil udah jalan lo pada mau ikut nebeng. Gimana sih?”, saya pun bertanya sambil memendam perasaan agak sebal.
“Hehehehe....”, mereka hanya tertawa. Tetapi mereka tetap naik ke bak mobil. Saya pun tidak terlau keberatan dengan memberi mereka tumpangan. Karena saya juga sering menumpang mobil bak sewaktu kecil.

Di tengah jalan mereka bernyanyi bersama-sama. Kebetulan beberapa dari mereka membawa alat musik seperti gitar dan gendang. Mungkin untuk mengusir jenuh karena jalan cukup macet di ujung Pondok Cabe. Seperti biasa, lagu-lagu yang mereka nyanyikan bertema tentang ketidakadilan sosial, menghujat kaum elite serta harapan-harapan mereka akan kondisi yang lebih baik (untuk mereka). Mungkin dengan menyanyikan lagu seperti itu mereka merasa menjadi lebih peduli terhadap lingkungan sekitar.

Pada saat mendengar lagu-lagu yang mereka mainkan saya pun tersenyum sinis. Mereka merasa muak dan skeptis dengan kondisi sekarang. Seakan mereka menyuarakan ketidakadilan bagi kaum tertindas. Tetapi apa yang bisa mereka lakukan, kalau hanya untuk membantu mobil yang mogok saja mereka tidak mau? Bagaimana mereka bisa mengubah dunia menjadi lebih baik? Bagi saya, lagu-lagu yang mereka nyanyikan hanyalah kata-kata yang keluar dari mulut semata. Tidak mempunyai makna. Karena kata-kata mereka tidaklah diamalkan. Tidak ada bedanya dengan para politikus yang mengumbar janji-janji palsu, yang mereka hujat habis-habisan dala lirik lagu mereka karena politikus-politikus tersebut mereka anggap tidak peduli terhadap rakyat. Mereka toh juga tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Lalu buat apa mereka menyanyikan lagu-lagu tersebut? Seharusnya mereka malu.

Setelah mendekati Fatmawati, mobil pun berbelok memasuki Taman Cilandak. Di situ mereka meminta turun.
“Makasih ya Bang!!”, salah satu anak mengucapkan sambil mendekati saya
“Sip..sip....”, saya pun hanya mengangguk-anggukan kepala.
Sebelum mereka pergi saya memanggil salah satu dari mereka, “Oi....oi....sini bentar dah....lain kali kalo ada orang yang mbilnya mogok....bantuin ya....hehehe”. Seketika anak tersebut agak terkejut. Mungkin ia tidak menyangka saya akan berkata seperti itu. ”I....iya..iya...iya....bang.....”, begitu jawabnya. Sementara temannya yang lain berkata, “Makasih banyak bang!!!”, tepat pada saat mobil mulai melaju. Sayapun hanya mengacungkan jempol sebagai tanda balasan.

-Semoga saja masih ada orang yang rela untuk tidak selalu memikirkan dirinya sendiri.-

Tidak ada komentar: