Rabu, 10 Februari 2010

Bagus vs Berpengaruh

Bagus vs Berpengaruh

Pada suatu sore, selepas bermain bola di Pertamina Hall FE saya bersama beberapa teman saya menuju Kober untuk makan sore, karena kami semua merasa kelaparan. Setelah berdiskusi beberapa waktu maka pilihan kami jatuh kepada Warung Ayam Penyet di Kober. Untuk sekedar tambahan informasi, Ayam Penyet di tempat itu sangatlah nikmat, terutama bagi para penggemar pedas karena rasa pedasnya yang dominan. Saat sedang asyik menikmati hidangan tiba-tiba perhatian kami tertuju pada televisi yang dipasang di warung tersebut. Televisi itu menayangkan acara di salah satu stasiun televisi swasta yang membahas “7 Film Berpengaruh di Indonesia”. Beberapa teman saya berkata bahwa “Pintu Terlarang” yang disutradarai oleh Joko Anwar pasti masuk karena kualitasnya yang sangat bagus jika dibandingkan film-film Indonesia lainnya, jika tidak maka hal itu merupakan suatu hal yang sungguh aneh karena menurut teman-teman saya yang ahli dalam perfilman, film dari Joko Anwar tersebut mampu mendobrak dunia sineas Indonesia. Saya hanya mengangguk-angguk saja sambil menghabiskan hidangan saya.

Ternyata setelah ketujuh film dibahas, Pintu Terlarang tidak masuk dalam kategori tersebut. Tentu saja teman-teman saya tadi merasa kecewa, bahkan cenderung menyalahkan bagaimana kriteria pemilihannya. Lagi-lagi saya hanya diam saja, mencoba memikirkan mengapa hal itu bisa terjadi. Setelah beberapa hari saya berpikir, akhirnya saya menemukan jawabannya. Jawabannya sebenarnya sederhana saja, jika kita mengetahui dengan pasti apa perbedaan definisi antara bagus dan berpengaruh.
Menurut saya, bagus belum tentu sama dengan berpengaruh. Suatu hal yang bagus belum tentu berpengaruh dan suatu hal yang berpengaruh belum tentu bagus. Masih bingung dengan pernyataan di atas? Marilah kita telaah sejenak dengan mengambil contoh yang mudah di dunia perkuliahan. Misalnya ada seorang anak yang berkualitas bagus, terutama dari segi kepintarannya. Setiap semester Ipnya (Indeks Prestasi) pasti cum-laude (definisi cum-laude berarti Ipnya di atas 3,5 dari skala 4). Berarti sudah jelas bahwa anak itu termasuk “bagus”. Hal yang menjadi pertanyaan sekarang ialah apakah anak itu juga berpengaruh? Jawabannya adalah belum tentu. Salah satu alasannya disebabkan bagaimana sikap anak itu sendiri.

Sudah jelas bahwa anak itu bagus, tetapi ia belum tentu berpengaruh. Mengapa ia bisa tidak berpengaruh? Seperti yang sudah saya beritahu di atas, ia tidak berpengaruh karena sikapnya sendiri. Implikasinya begini, kita tahu bahwa hampir setiap semester ipnya cum-laude, tetapi karena ia selalu belajar seorang diri dan tidak pernah mau membagi ilmunya dengan mahasiswa lain, maka tidak ada teman-temannya yang mendapat manfaat dari kepintarannya tersebut. Sehingga walaupun ia mempunyai kualitas yang bagus, tetapi sudah jelas ia tidak berpengaruh.

Akan sangat berbeda jika mahasiswa yang pintar tersebut selalu ikut belajar bersama dan senang untuk mengajari teman-temannya menjelang ujian. Hal itu akan menyebabkan teman-temannya mendapat manfaat dari kualitasnya tersebut, sehingga nilai-nilai temannya juga ikut meningkat. Maka sudah jelas bahwa ia akan sangat berpengaruh, karena selain kualitasnya yang bagus ia juga “membuka diri” terhadap mahasiswa lain.
Dari contoh di atas kita bisa melihat bagaimana perilaku seseorang dapat lebih signifikan dalam menentukan berpengaruh atau tidak dirinya terhadap orang lain dibandingkan kualitas. Berarti kita bisa mengambil kesimpulan bahwa berpengaruhnya sesuatu hal ditentukan oleh 2 hal, yaitu kualitas dan sikap terbuka.

Mungkin impikasinya terhadap Pintu Terlarang cukup sederhana. Jika kita setuju bahwa sikap terbukanya seseorang dapat menentukan sejauh mana orang tersebut bisa berpengaruh maka mungkin Pintu Terlarang tidak cukup berpengaruh karena ia kurang “membuka diri’. Yang dimaksud dengan kurang membuka diri disini ialah bagaiamna publikasi dari Pintu Terlarang dirasa kurang berhasil. Publikasinya bisa kurang berhasil karena promosinya yang kurang gencar dan mungkin kalah bersaing dari film lain dalam segi promosi. Berdasarkan contoh di atas maka saya berpendapat bahwa kualitas dan sikap terbuka dari seseorang dapat menentukani apakah seseorang bisa berpengaruh atau tidak. Atau dengan kata lain seseorang bisa berpengaruh jika ia berkualitas dan mempunyai sikap terbuka, tetapi dengan mengambil contoh dari mahasiwa tadi maka kita tahu bahwa sikap terbuka bisa lebih menentukan dari kualitas.
Ternyata ada faktor lain yang turut menentukan apakah seseorang bisa berpengaruh atau tidak, yaitu bagaimana kualitas, tingkah laku dan pola pikir masyarakan di sekitar. Faktor ini saya rasa lebih berpengaruh dari kedua hal yang sudah saya jelaskan tadi (kualitas dan sikap terbuka). Apakah kalian semua percaya, bahwa sebagus apapun kualitas dan begitu terbukanya seseorang bisa tidak berarti jika kualitas dan tingkah laku masyarakat tidak cocok.

Saya akan memberi contoh Socrates. Kita tahu bahwa Socrates mempunyai kualitas yang bagus. Ia termasuk salah satu manusia paling berkualitas dalam zamannya, selain itu ia juga cukup membuka diri. Ia sering menyampaikan kritik-kritik terhadap pemerintah dan tingkah laku masyarakat sekitar. Tetapi apakah ia berpengaruh? Ternyata tidak. Karena tingkah laku dan pola pikir masyarakat tidak mampu untuk mengimbangi kualitas dari Socrates itu sendiri. Hal itu menyebabkan beberapa orang menganggap bahwa Socrates terlalu banyak omong dan dapat mengganggu stabilitas, sehingga pada akhirnya dihukum mati. Ternyata masyarakat juga harus mampu mengimbangi kualitas dari orang tersebut.

Hal ini mngkin dapat menjelaskan mengapa Pintu Terlarang kurang berpengaruh. Karena kualitas dan pola pikir masyarakat Indonesia sendiri yang belum siap dengan film sejenis ini. Walaupun Pintu Terlarang mempunyai kualitas yang begitu bagus (telah diakui di beberapa festifal film internasional), tetapi karena kualitas, tingkah laku, dan pola pikir masyarakat Indonesia belum bisa mengimbangi maka film ini tidak terlalu berpengaruh. Kualitas, tingkah laku, dan pola pikir masyarakat Indonesia masih bersifat homogen sehingga biasanya kurang cocok untuk menerima sesuatu yang “berbeda”.

Setelah mencoba menganalisa, maka kita menemukan bagaiman suatu hal bisa berpengaruh. Dari faktor internal, suatu hal bisa berpengaruh jika hal tersebut berkualitas dan mempunyai sikap terbuka yang cukup sehingga orang lain bisa merasakan manfaat dari kualitas hal tersebut. Oleh karena itulah hal tersebut bisa berpengaruh. Selain itu juga ada faktor eksternal yang mempengaruhi, yaitu bagaimana kualitas, tingkah laku dan pola pikir dari masyrakat sekitar. Jika masyarakt masih belum siap dengan kualitas hal tersebut maka dapat dipastikan bahwa hal tersebut tidak akan terlalu berpengaruh. Berbeda apabila masyarakat telah siap, maka hal itu akan sangat berpengaruh. Saran saya, jika kita mempunyai kualitas yang dirasa dapat memberikan manfaat untuk orang lain, maka akan sangat baik jika kita bersikap terbuka sehingga orang lain juga dapat mendapatkan manfaat dari kualitas kita. Atau dalam bahasa ekonomi, eksternalitas positif. Kita ini makhluk sosial kawan, janganlah dipendam potensi-potensi yang ada dalam diri kita. Bagikanlah kepada orang lain.