Senin, 07 September 2009

GET MORE WITH DISTRO!!!!!!!

GET MORE WITH DISTRO!!!!!!!

Saat ini industri kreatif di Indonesia sudah mulai berkembang dengan pesat. Salah satu jenis industri kreatif yang mempunyai potensi untuk dikembangkan lebih lanjut ialah dengan membuka Distro (Distribution Store). Jika kita membandingkan distro dengan usaha-usaha industri kreatif lainnya seperti rumah makan, usaha desain dll maka kita akan menemukan bahwa distro mempunyai beberapa keunggulan ayng tidak didapatkan pada usaha sejenis seperti eksklusifitas dan bervariasinya produk yang dijual serta kita bisa mengembangkan distro yang kita miliki dengan membuka restauran.

Seperti kita ketahui rata-rata distro mempunyai vendor pembuatan baju khusus, dengan kata lain pakaian yang dijual di distro tidak diproduksi secara masal. Hal tersebut berbeda dengan Department Store yang menjual baju secara pasaran sehingga tidak terdapat sifat eksklusifitasnya. Dengan begitu pakaian yang dijual di distro lebih bersifat “orisinal” dan “eksklusif”. Apalagi sekarang ini pakaian tidak hanya dipandang sebagai sekedar penutup aurat tetapi kini menjadi semacam identitas diri dari pemakainya. Maka konsumen akan lebih menyenangi pakaian yang mencerminkan citra diri mereka. Sehingga apabila para konsumen ingin membeli pakaian yang “tidak pasaran” dan mencerminkan identitas maka biasanya mereka cenderung untuk membeli di distro. Bahkan ada beberapa distro yang menjual pakaian dengan tema-tema tertentu, misalnya ada distro yang khusus menjual kaos-kaos band musik serta ada yang berfokus pada kaos-kaos yang bertemakan lingkungan.

Apabila kita masuk ke dalam sebuah distro maka kita akan mendapati bahwa biasanya distro menjual berbagai barang “unik” yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Ada beberapa distro yang menjual berbagai merchandise dari berbagai band-band musik seperti kaos, kaset, cd (compact disc), video rekaman konser hingga poster. Selain itu juga ada yang menjual berbagai barang-barang yang berhubungan dengan hobi seperti miniatur tokoh-tokoh serta koleksi komik, sepatu-sepatu edisi terbatas (limited editon), perlengkapan skateboard hingga perlengkapan musik. Apabila kita ingin mencari barang-barang yang “unik”, maka salah satu alternatif lokasi yang dituju ialah distro.

Keunggulan lain dari distro ialah kita bisa membuka restauran yang berlokasi bersebelahan dengan distro yang kita buka. Sudah bukan rahasia lagi bawa generasi muda Indonesia sekarang ini mempunyai budaya nongkrong serta kongkouw-kongkouw. Konsumen distro rata-rata masih berusia muda, setidaknya berjiwa muda, maka biasanya mereka datang bergerombol bersama teman-temannya. Jika kita membuka restauran, maka para konsumen yang lelah sehabis berbelanja tidak perlu repot untuk mencari tempat melepas lelah. Mereka bisa beristirahat sejenak di restauran kita, bahkan besar kemungkinan mereka akan mencari makan untuk mengisi perut mereka, sambil membicarakan tentang pakaian apa saja yang mereka beli bersama teman-teman mereka, sehingga restauran yang kita buka akan didatangi pengunjung distro.
Satu hal yang menjadi perhatian dengan membuka restauran ialah adanya korelasi antara kualitas pakaian yang dijual di distro dengan ramainya pengunjung restauran. Karena umumnya mereka datang untuk berbelanja pakaian, maka kita tidak boleh melupakan kualitas dari pakaian yang dijual. Karena apabila kualitas pakaian yang dijual buruk hal itu akan berdampak pada berkurangnya pengunjung distro yang juga berarti penurunan pada pengunjung restauran. Di lain sisi, apabila distro kita ramai, maka pengunjung restauran juga akan ramai. Oleh karena itu kita harus menjaga kualitas dari kedua jenis usaha tersebut.

Karena distro mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan usaha sejenis lannya, maka distro dapat dijadikan alternatif untuk berinvestasi. Terlebih distro bergerak di sektor riil, sehingga dengan membuka distro maka kita berarti menciptakan lapangan pekerjaan yang akan menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sudah saatnya kita mengambil inisiatif untuk meningkatkan pertumbuan perekonomian dan mengurangi pengangguran, jangalah hanya berpangku tangan dan mengharapkan pemerintah yang melakukan segalanya, karena pemerintah bukanlah dewa yang bisa menyelesaikan segala permasalahan di bangsa ini, tetapi perlu adanya usaha dan bantuan dari kita semua. Maju terus Indonesia!!!!!

resensi "namesake"

Judul Buku : The Namesake (Makna Sebuah Nama)
Penerbit : Gramedia
Jumlah halaman : 328 halaman
Penulis : Jhumpa Lahiri

Sebagai seorang manusia, pasti kita mempunyai setiap nama. Tetapi kadang suatu saat kita merasa tidak cocok dengan nama kita, mungkin terlalu prestige, terlalu kuno atau bahkan kita merasa bingung dengan arti nama tersebut. Hal itulah yang menjadi “bumbu” dalam novel karangan Jhumpa Lahiri ini, bagaimana konflik batin dari seseorang yang seiring bertambahnya usia semakin merasa bahwa namanya tidak ia inginkan. Selain itu novel ini mampu menceritakan kisah tentang suatu keluarga india yang beremigrasi ke Amerika Serikat dengan sangat baik sehingga dapat dijadikan gambaran bagaimana kehidupan para keluarga transmigran tersebut pada masa itu. Novel ini sedikit berfokus kepada Gogol dan Ashoke, walaupun kedua tokoh di keluarga tersebut, Ahimka dan Sonia, juga tidak lupa untuk diceritakan dengan cukup detail.
Sebagai seorang pemuda keturunan India yang lahir dan tumbuh di Amerika, Gogol merasa bahwa namanya itu aneh karena nama Gogol berasal dari Rusia, yaitu Nicholai Gogol yang merupakan salah satu tokoh sastra terkenal Rusia. Satu hal yang tidak ia mengetahui adalah adanya alasan khusus dari ayahnya, Ashoke, mengapa ia memberi nama Gogol kepada putranya, karena pasti ada alasan dan harapan di balik setiap nama yang diberikan.

Dengan menceritakan kehidupan Ashoke dan Gogol maka kita seakan mendapatkan bagaimana kondisi hubungan dan pebedaan pada gaya hidup mereka. Suatu hal yang umum, bahwa hidup seorang ayah tidak mungkin sama dengan anaknya. Bagaimana perjuangan dan pengorbanan Ashoke dan Ahimsa dalam meraih kehidupan yang lebih baik.
Novel ini mampu berganti cerita dengan baik dan mengalir, pada suatu bagian diceritakan tentang Gogol, lalu pada bagian selanjutnya tentang Ashoke. Dengan begitu maka kita tidak akan terasa bosan, bahkan dengan begitu kita bisa menebak kondisi hubungan mereka berdua. Salah satu hal yang menjadi keunggulan dalam nove ini ialah kesederhanaannya. Dengan mengambil tema yang bisa terjadi pada siapa saja, keluarga dan arti dari sebuah nama, membuat kita merasa “akrab” dengan novel ini. Dengan begitu kita bisa menikmati setiap halaman pada buku ini tanpa harus mengernyitkan dahi, walaupun novel ini bukanlah novel pop, karena sesuatu yang sederhana kadang justru sangat rumit.

Satu hal yang bisa kita ketahui dengan membaca novel ini kita bisa mengetahui bagaimana arti dari sebuah nama dan peran keluarga dalam membangun nama tersebut. Bagaimana nama tidak hanya sekedar sebuah kata yang diucapkan oleh orang lain untuk kita, tetapi dibalik itu semua sebuah nama mengandung arti kehidupan yang kita jalani. Pada akhirnya semua bergantung kepada kita, bagaimana kita akan “mewarnai” nama kita, apakah dengan warna yang cerah ataukah dengan warnayang gelap? Hal itu akan terlihat, bagaimana dan oleh siapa nanti nama kita diucapkan.

Belajar dari Malaysia

Belajar dari Malaysia


Orang bijak pernah berkata bahwa selalu ada hikmah di balik semua kejadian yang terjadi. Di kebudayaan Barat terkenal ungkapan “blessing in disguise”, yang artinya kurang lebih sama, yaitu ada hal baik yang terjadi di balik kemalangan. Saya kurang lebih setuju dengan ungkapan tersebut, khususnya tentang negara kita, Indonesia.

Beberapa waktu yang lalu, tetangga serumpun kita, Malaysia, mengakui beberapa kebudayaan milik Indonesia seperti lagu “Rasa Sayange”, Tari pindik (asal Bali) dll menjadi milik Malaysia. Sebagai warga negara Indonesia, tentu saja kita marah atas perbuatan Malaysia yang tidak sopan tersebut. Bahkan sampai ada gerakan sentimen anti Malaysia. Tulisan ini tidak akan membahas tentang bagaimana kebencian masyarakat Indonesia atas perlakuan Malaysia serta mengapa Malasysia mengambil beberapa kebudayaan milik kita, tetapi tulisan ini akan mengajak kita untuk berpikir tentang diri kita sendiri, atau kurang lebih berkaca, sebagai seorang warga Indonesia.

Sudah saya jelaskan di atas, bahwa setiap kejadia pasti mempunyai hikmah. Lalu apa hikmah yang didapat dari perlakuan Malaysia tersebut? Sebenarnya kita bisa mengambil beberapa hikmah, asalkan kita tahu bagaimana harus bersikap. Tentu saja dengan kepala dingin dan berpikir masak-masak, janganlah kalian bertindak anarki. Hikmah yang bisa didapat antara lain persatuan Indonesia, melek budaya bangsa dan bercermin sendiri.

Persatuan Indonesia. Mungkin kalian merasa bahwa semenjak Malaysia bersikap kurang ajar, banyak masyarakat Indonesia yang “mendadak” menjadi sentimen terhadap Malaysia. Dengan begitu, maka masyarakat Indonesia semakin bersatu, karena masyarakat Indonesia merasa bahwa mereka mempunyai “musuh” bersama, yang hobinya mengambil kebudayaan milik bangsa Indonesia, yaitu Malaysia. Karena Malasia maka rasa nasionalisme & persatuan Indonesia meingkat (walapun mungkin hanya sesat saja).

Sejarah membuktikan bahwa jika beberapa kaum mempunyai musuh bersama maka mereka bisa menjadi sekutu. Perang Dunia 2 (1939-1945) membuktikan hal tersebut. Demi menghalau kekejaman Nazi, maka Amerika Serikat dan Rusia bisa bersatu dan menggempur Jerman secara bersamaan, dengan AS dari sebelah Barat dan Rusia dari sebelah Timur. Walapun setelahnya mereka mengalami perang dingin, tetapi setidaknya mereka sempat “berkoalisi” karena mereka mempunyai mush bersama pada Perang Dunia 2, meski ada politik kepentingan yang menyertai aksi mereka.

Coba kalian perhatikan, ada berapa kebudayaan Indonesia yang “dicuri” oleh Malaysia? Semenjak kejadian tersebut kini banyak orang Indonesia yang lebih peduli terhadap kebudayaan Indonesia sendiri, atau jika masih belum teralu peduli setidaknya mereka mulai mengenal dan tahu ada apa saja di kebudayaan bangsanya sendiri. Mata kita semakin terbuka, bahwa ternyata Indonesia mempunyai begitu banyak kebudayaan yang sangat berharga. Kebudayaan itu berasal dari para leluhur kita, oleh karena itu amatlah disayangkan jika kebudayaan yang merupakan peninggalan berharga dari para leluhur kita tiba-tiba diakui oleh suatu bangsa di negeri seberang. Seharusnya kita sebagai penerus bangsa Indonesia mencoba untuk melestarikan kebudayaan yang ada. Setidaknya mencoba untuk menghargai kebudayaan milik kita sendiri, salah satu caranya ialah dengan lebih mengenal kebudayaan milik kita.

Selanjutnya bagian yang terakhir. Bagian ini merupakan bagian yang paling tidak enak, karena pada bagian ini kita “dipaksa” untuk menjilat borok kita sendiri. Kita tahu, Malaysia bukan pertama kali ini mengambil salah satu kebudayaan kita, lalu mengapa kita masih diam saja? Tidak ada tindakan preventif dari masyarakat dan pemerintah Indonesia. Seperti biasa, kita baru berkoar-koar saat kasus pencurian kebudayaan itu sedang marak-maraknya. Tapi coba perhatikan, selang beberapa bulan dari sekarang mungkin kita sudah lupa tentang kasus kemarin. Kita baru berkoar-koar lagi, seperti pahlawan kesiangan, saat ada kebudayaan kita yang dicuri lagi. Sudah terlambat kawan!!! Mengapa kita masih lebih senang “mengobati” daripada “mencegah”? Tidak bisakah kita belajar dari sejarah? Alangkah sangat baiknya jika belaara dari kesalahan dan mencoba melakukan tindakan priventif.

Seharusnya setelah peristiwa pencurian kebudayaan ini terjadi beberapa kali, pemerintah bekerja sama dengan masyarakat (khususnya mereka yang berkecimpung di bidang seni dan budaya) mencoba untuk mematenkan semua kebudayaan milik Indonesia, agar nantinya tidak ada lagi kebudayaan kita yang dicuri. Kita harus merubah pola berpikir kita, sehingga menjadi “mencegah” lebih baik daripada “mengobati”, dengan begitu maka kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Sehingga pada akhirnya slogan Malaysia yang berbunyi “Truly Asia” akan bertambah menjadi “Truly Asia (exclude Indonesian culture)”

Semoga nanti pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia bisa lebih peduli dalam melestarikan dan menghargai berbagai kebudayaan Indonesia.

Sekali Lagi

Sekali Lagi

Kantuk mulai menyerang dirinya. Ia pun melangkahkan kaki tuanya dengan lemah menuju ke tempat tidur. Sesampai di kamar ia pandangi ranjang tidurnya, ada yang hilang semenjak ia bercerai 34 tahun yang lalu. Semenjak itu ia selalu tidur sendiri di ranjang tersebut. Tidak sudi ia membawa wanita lain tidur di ranjang itu. Ia sudah hampir lupa bagaimana rasanya dipeluk oleh seorang wanita yang dicintainya sebelum tidur, mungkin juga karena pria tersebut sudah mulai pikun. Pria itu pun berdiam sejenak, dalam hati ia bersumpah bahwa ia rela menukar segalanya demi merasakan rasa itu lagi, sebelum ia dipanggil menghadap-Nya. Harta yang dimilikinya seaka tak ada artinya Karena ia merasa bahwa saatnya sudah semakin dekat. Kembali ia memandang foto istrinya di meja samping tempat tidurnya, mengingat kembali segala kenangan yang telah berlalu. Hal itu hanya menambah pedih hatinya.

Ia masih ingat benar hari itu, hari dimana istrinya memutuskan untuk meninggalkannya. Saat itu usianya 44 tahun, sementara istrinya 42 tahun. Ya, ia memang mengaku salah, karena ia ketahuan bermain dengan wanita lain. Ia tergoda oleh rayuan dari salah satu pegawainya. Pegawainya itu memang masih muda, dengan badan yang masih kencang dan menggoda. Walaupun begitu, hanya sekali ia selingkuh. Sayang, tidak ada kesempatan kedua baginya.

Pada awalnya ia pun berpikir bahwa ia tidak akan merasa kehilangan pelukan istrinya, karena ia bisa dengan mudah mendapatkannya dari wanita lain. Ternyata ia salah. Oleh karena itulah setelah bercerai, ia merasa sangat menderita. Karena harus ia akui, sepanjang hidupnya, tidak ada wanita lain yang mampu memberikan dirinya ketenangan seperti yang diberikan oleh istrinya. Rasa ketika istrinya memeluknya saat hendak tidur dan menyandarkan kepalanya di bahu dadanya. Saat itulah ia merasa tenang dan lengkap sebagai seorang pria. Suatu rasa yang tidak mampu diberikan wanita lain. Ia sudah hampir putus asa karenanya, berpikir bahwa ia akan mati dalam kesepian, tanpa adanya perasaan seperti itu lagi.

Pagi saat ia bangun tidur. Sebelum ia berangkat menuju ke kantor perusahaan miliknya, salah satu ajudannya memberikan telepon. Ternyata anak bungsunya yang menelpon. Undangan pernikahan. Ternyata pernikahan dari putra bungsunya. Ia hanya tersenyum, putranya ini menikah cukup terlambat, baru menikah di usia ke 35. Putra bungsunya memang yang paling dekat dengannya. Entah kenapa, mungkin karena saat bercerai putranya ini baru berusia 1 tahun, sehingga ia merasa bahwa putranya ini masih membutuhkan kehadiran dirinya. Ia pun selalu meluangkan waktunya untuk bisa bersama dengan putra bungsunya tersebut. Hingga kini hubungan mereka sangatlah akrab, jauh lebih akrab dari hubungannya dengan kedua anak lainnya. Sehingga saat pernikahan kedua anaknya yang lain, ia tidak diundang. Dilihatnya tanggal di undangan tersebut, masih seminggu lagi, bertempat di kota kelahiran istrinya, kota dimana ia pertama kali bertemu dengan istrinya, kota yang juga menjadi tempat pernikahan mereka berdua. Ia sendiri tidak berasal dari kota yang sama dengan istrinya, ia hanya kuliah selama 4 tahun di kota tersebut. Tetapi kota itu menyimpan segala kenangan terindahnya. Ia tidak mengerti apa kehendak Tuhan kali ini.

Seminggu kemudian, pria itu berdiri di depan gedung pernikahan anaknya. Hatinya berkecamuk. Bagaimana tidak? Anak kesayangannya menikah di gedung yang sama dengan dirinya. Gemetar kakinya saat melangkah masuk ke gedung itu. Karena segala kenangan dengan istrinya, atau karena dirinya sudah begitu tua?

Sewaktu hendak melangsungkan pernikahan dengan istrinya, ia menyerahkan segala persiapan kepada istrinya. Ia pun hanya tertawa ketika istrinya memilih untuk menikah di gedung tua peninggalan belanda tersebut. Tetapi istrinya mempunyai alasan lain, katanya itu tempat dimana mereka pertama kali bertemu. Memang di gedung tua tersebut sering diadakan konser musik klasik. Mereka berdua tertarik akan musik klasik. Satu-satunya hal yang menarik perhatian mereka berdua. Karena antara ia dan istrinya sangatlah bertolak belakang dari berbagai hal. 10 tahun mereka berpacaran, gedung itu sering mereka kunjungi. Ketika mereka sudah lulus kuliah dan bekerja di kota lain, gedung itu juga selalu dikunjungi jika mereka berada di kota tersebut. Sehingga gedung itu sangatlah berarti bagi mereka berdua.

Saat bertemu dengan istrinya, hatinya begitu kalut tak karuan. Perasaan yang sama seperti ketika ia pertama kali melihat wanita tersebut di gedung ini. Tak mampu ia berkata banyak saat berhadapan kali ini. Ternyata hatinya begitu merindukan wanita tersebut. Air mata mengalir pelan di pipinya. Buru-buru ia permisi dan melangkah ke kamar mandi. Jantungnya berdegup terlalu kencang, ia pun susah bernapas. Kepalanya sakit sekali. Dunia seakan berputar-putar. Terbatuk-batuk ia. Ternyata batuknya berdarah. Segera diminum obat-obatan miliknya langsung dari botol. Pil-pil tersebut seakan menggelinding dari botol menuju tenggorokannya. Sialan, ia mengumpat. Susah sekali berumur 78 tahun dengan segala penyakit yang menyertainya.

Sekembali dari kamar mandi, kini ia sudah jauh lebih tenang. Walau begitu jantungnya masih berdegup kencang saat berbincang-bincang dengan istrinya. Istrinya tidak menikah lagi semenjak mereka berpisah. Suatu hal yang tidak bisa ia percayai. Di usianya yang senja ini istrinya masih terlihat cantik. Walau istrinya telah berumur 76 tahun, tetap saja istrinya mampu mencuri segala perhatiannya. Ia selalu rindu akan sorot mata dan suara istrinya, yang selalu menenangkan dirinya.

Saat ini resepsi perikahan anaknya telah selesai. Jam di arlojinya menunjukkan pukul 22.05. Ia hanya tersenyum. Hari ini semakin mendekati akhirnya, seperti hidupnya, begitu pikir pria tersebut. Ia tidak rela jauh-jauh datang kesini tanpa mendapatkan mimpinya. Maka ia pun menghampiri istrinya, dengan didorong satu harapan terakhir. Jantungnya berdegup semakin kencang, terlalu kencang.

Ia tidak percaya. Ia terbangun di rumah sakit. Di sebelahnya duduk istrinya dengan mata sembab, karena terlalu banyak menangis. Istrinya mengatakan bahwa ia terkena serangan jantung di pernikahan anaknya tadi. ia mengatakan bahwa keluarganya menunggu di luar kamar. Di kamar tersebut hanya ada mereka mereka berdua. Ia tersadar, bahwa istrinya menemani dirinya di akhir hidupnya.

Tidak ada yang berbicara. Tidak ada yang perlu diungkapkan. Mereka berdua sudah tahu bagaimana perasaan masng-masing. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Berdua hanyut dalam perasaan rindu. Tangannya menggenggam tangan istrinya. Degup jantung pria itu semakin lemah. Ia sampai harus memicingkan matanya. Napasnya mulai jarang. Kepalannya mulai ringan. Tangannya merogoh-rogoh kantung celananya, tetapi ia tidak menemukan yang ia cari. Saat itulah ia sadar akan 2 hal, bahwa ia tidak membawa obat-obatan tersebut serta hidupnya akan segera berakhir. Istrinya pun segera bangkit dari tempat duduk, ia ingin memanggil dokter. Tetapi pria itu melarangnya. Ia mengatakan bahwa semua yang dibutuhkan dirinya adalah kehadiran istrinya. Maka ia pun mengutarakan mimpinya kepada istrinya, bahwa ia ingin merasakan rasa yang telah lama hilang. Ia ingin istrinya memeluknya dan menyandarkan kepalanya di dadanya sebelum tidur sekali lagi.


Kini istrinya telah berada di sampingnya. Istrinya telah naik ke ranjang. Kepalanya mulai ringan. Denyut jantungnya semakin lemah. Ia meminta agar istrinya jangan pergi, tetap berada di sampingnya, Samar-samar ia mendengar istrinya menangis. Ia pun merasakan bagaimana air mata istrinya membasahi dadanya serta bagaimana istrinya terisak-isak. Pria itupun berusaha mengucapkan sesuatu, dengan pelan. Ia meminta maaf. Wanita itu merasa menyesal. Mengapa ia tidak memaafkannya saja dari dulu. 34 tahun terbuang percuma. Sementara itu pandangan pria tersebut semakin gelap. Hingga akhirnya hanya kegelapan yang dilihatnya. Akhirnya, sekali lagi. Ia merasakan istrinya memeluknya dengan erat dan menyandarkan kepalanya di dadanya. Pria itu hanya tersenyum.