Sabtu, 08 Agustus 2009

Ekspolitasi Sampai Mati

Pada hari Selasa kemarin (4/8), Mbah Surip meninggal dunia. Hal itu sungguh mengejutkan seluruh kalangan masyarakat, bahkan Presiden SBY sampai menggelar jumpa pers untuk menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Mbah Surip. Banyak masyarakat yang merasa kehilangan, apalagi kalau bukan karena Mbah Surip meninggal di tengah puncak popularitasnya.

Belum lama ini kita juga kehilangan salah satu musisi besar, bahkan tidak hanya masyarakat Indonesia yang merasa kehilangan melainkan seluruh masyarakat Planet Bumi. Ya, saat Michael Jackson meninggal sepertinya semua siaran televisi menayangkan berita tentang meninggalnya dia untuk mengenangnya. Di luar simpang siur akibat meninggalnya Michael Jackson, atau yang sering dipanggil Jacko, saya menemukan adanya benang merah antara Jacko dengan Mbah Surip.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa Jacko meninggal pada saat memersiapkan diri untuk “World Tour Concert”nya. Yang menjadi masalah ialah bahwa ada beberapa kemungkinan yang menyebutkan Jacko “dipaksa” menggelar konser untuk melunasi hutangnya yang hampir mencapai Rp 5 triliun. Sehingga ia harus bekerja keras siang malam, bahkan hingga menggunakan berbagai obat terlarang untuk membantu mempersiapkan dirinya hingga ia meninggal.

Sementara itu Mbah Surip juga “hampir” mengalami nasib yang sama. Semenjak mengeluarkan lagu “Tak Gendong” yang menjadi hits, hidup Mbah Surip berubah 180 derajat. Jika dulu dirinya hidup santai dan damai kini dirinya tidak bisa lagi menikmati hal tersebut, karena ia harus memenuhi “panggilan tugas” untuk konser dan menjadi bintang tamu di berbagai acara, baik televisi maupun radio.

Pada Kompas tanggal 5 Agustus 2009, disebutkan bahwa Boy Utrip yang merupakan sopir Kampung Artis (Manajemen tempat Mbah Surip bernaung), juga meninggal pada hari yang sama dengan Mbah Surip. Boy biasa mengantarkan Mbah Surip bepergian selama ini. Bahkan beberapa hari sebelum Boy meninggal, ia sempat mengalami stroke karena terlalu lelah. Salah satu petinggi Kampung Artis yaitu Sugama Trisnadi menyatakan bahwa jadwal Mbah Surip sangatlah padat, minimal mereka mengunjungi hingga 4 tempat dalam sehari (Kompas, 5 Agustus 2009 hal 15). Bisa kita bayangkan bagaimana lelahnya Mbah Surip serta Boy.

Mbah Surip dan Jacko menjadi korban eksploitasi yang berlebihan hingga mereka merasa terlalu lelah untuk menjalani jadwal mereka. Mereka merupakan salah satu contoh bagaimana industri musik dan tuntutan penggemar membuat mereka harus “berakting” dalam kehidupan mereka. Mereka menambah daftar selebriti yang meninggal di tengah puncak popularitas seperti Kurt Cobain, Jimi Hendrix, Tupac hingga John Lennon. Jangan mencari kambing hitam dari kejadian ini, karena semua pihak ikut terlibat baik dari label, penggemar bahkan hingga dari artis sendiri. Selama ini, kita sering mendengar bahwa banyak orang ingin menjadi artis karena mereka ingin terkenal. Sayangnya mereka hanya melihat permukaan saja. Mereka belum tahu bagaimana rasanya menjadi sapi perah yang harus bekerja siang malam untuk memenuhi kewajiban mereka sebagai seorang selebritis. Jika dulu mereka membuat musik dan berkarya karena keinginan mereka, kini mereka bermusik karena tuntutan kontrak. Mereka dieksploitasi sampai mati.

1 komentar:

Archie mengatakan...

Mbah surip tewas pada masa kejayaanya dan penghasilan yang berlimpah.

Sementara Jacko tewas pada ujung kariernya dan utang yang menumpuk.

Bagaimana dengan anda? pada titik mana anda akan mati? hehe...