Sabtu, 31 Januari 2009

Mal vs Museum

Mal vs Museum

Sekarang ini globalisasi seakan-akan sudah menjadi candu untuk masyarakat Jakarta. Tidak mengenal golongan dan status, miskin-kaya, semua berlomba-lomba untuk menunjukan betapa ”modern” dan ”globalnya” mereka. Hal itu mereka tunjukkan dengan sikap konsumtif mereka yang membuat mal, club, cafe dan bioskop seakan menjadi ”tempat ibadah” bagi suatu kepercayaan yang dinamakan konsumsi. Dengan mengunjungi tempat-tempat tersebut mereka merasa seakan sudah menjadi manusia ”modern” yang selaras dengan perkembangan zaman. Padahal di Jakarta tidak hanya mal dan pusat perbelanjaan yang bertebaran, di Jakarta juga terdapat banyak tempat wisata yang bisa dijadikan alternatif sebagai tujuan wisata seperti museum, kebun binatang dll. Tetapi mengapa orang-orang bisa mengunjungi mal berkali-kali, sedangkan mereka umumnya hanya mau mengunjungi museum sekali saja?

Memilih untuk mengunjungi mal dibandingkan museum bukan berarti kita tidak peduli terhadap sejarah dan kebudayaan, hana saja ada satu hal yang membedakan dua lokasi wisata tersebut, yaitu inovasi. Apa yang dimaksud dengan inovasi di sini? Untuk mengetahuinya kita bisa melihat betapa banyak hal yang bisa kita lakukan dan dilihat di mal dibandingkan dengan di museum.

Kita semua tahu bahwa kita bisa melakukan banyak hal di mal seperti belanja, menonton bioskop, makan atau bahkan hanya sekedar nongkrong bareng bersama teman-teman. Hal-hal tersebut bisa kita lakukan berkali-kali karena di mal ada inovasi. Misalnya kita bisa menonton film yang berbeda hingga mencoba makanan yang berbeda atau belanja yang berbeda. Sehingga apabila kita mengunjungi suatu mal berkali-kali makakita tidak akan jenuh dan bahkan kita akan merasa senang. Karena semakin lengkap isi dari mal tersebut maka semakin mal tersebut mempunyai nilai lebih, karena kita bisa melakukan banyak hal sekaligus di mal tersebut, atau meminjam istilah asing ”one stop shopping”. Karena manusia menyukai segala hal yang praktis.

Coba kita bandingkan dengan museum. Apabila kita mengunjungi museum untuk pertama kalinya lalu kita menjelajahi museum itu hingga ke seluruh pelosok museum tersebut, mungkin kita akan merasakan suatu senasi yang luar biasa. Tetapi apabila kita datang untuk mengunjungi museum yang sama untuk kedua kalinya, maka akan timbul rasa jenuh. Mengapa? Karena di museum tersebut tidak adanya inovasi sehingga kita tidak menemukan hal yang baru dari museum tersebut. Kita hanya akan melihat hal yang sama yang sudah pernah kita lihat sebelumnya. Sehingga kita akan merasa bosan dan mungkin kita tidak berniat untuk mengunjungi museum tersebut untuk ketiga kalinya (hal ini tidak berlaku untuk orang yang menggilai sejarah dan kebudayaan).

Hal itulah yang menyebabkan mengapa kita bisa mengunjugi suatu mal berkali-kali sedangkan untuk museum hanya cukup sekali saja, mungkin kita bisa mengunjungi museum tersebut lagi setelah rentang waktu beberapa tahun. Karena kita bisa melihat dan melakukan hal yang berbeda setiap kita mengunjungi mal, sedangkan museum tidak.

Apabila kita ingin membuat banyak orang mengunjungi museum kita harus melakukan inovasi. Misalnya kita bisa mengadakan pameran yang berbeda setiap bulannya. Kita bisa mengadakan pameran tentang benda-benda kebudayaan Tionghoa di bulan ini dan benda-benda peninggalan VOC di bulan selanjutnya. Dengan begitu pengunjung tidak akan merasa bosan dan mereka memiliki alasan untuk datang kembali ke museum. Ada hal baru yang bisa untuk dilihat!!!!

Semoga di masa yang akan datang orang-orang akan lebih menghargai sejarah dan kebudayaan bangsa ini. Apakah Anda mempunyai ide lain untuk mendorong orang-orang berkunjung ke museum???

2 komentar:

Anonim mengatakan...

sejarah, sebagai bagian dari masa lalu, bersifat dinamis. hal" yang baru terjadi minggu lalu, kemarin, bahkan hanya 5 menit yg lalu juga termasuk dalam sejarah. jadi logikanya sejarah terus diperbarui...
hal ini sangat kontras dengan keadaan museum yang begitu" saja tanpa ada perubahan. namun sekarang beberapa museum mulai mempercantik diri.. lihat saja Museum Bank Mandiri, di sana sering dilakukan berbagai acara sehingga masyarakat tidak bosan mengunjunginya terus menerus. di sana juga terdapat daily day care untuk menitipkan anak, perpustakaan untuk umum, dan pujasera yang lumayan lengkap. museum" lain, kapan kalian menyusul? :)

stiffler mengatakan...

haha
good point
tapi menurut gw budaya konsumtif sudah terlalu mengakar di society indoneisa. jadi ibarat pohon, harus dari akarnya dulu..
kalau kita cuma fokus kepada museum nya sendiri sangat susah untuk mengubah orang untuk meninggalkan mall...

kalau mnurut gw, kita sebagai bangsa tidak pernah diberi kesempatan unutk merasa bangga. kita di indonesia di isolasi oleh komunitas dunia, dan kita sendiri tidak perduli dengan budaya lokal..
jadi kita ini adalah negara besar yg lupa atas jati diri dan sejarah, tetapi dilupakan juga eksistensi nya di muka dunia,,