Senin, 23 Maret 2009

Mungkinkah ASEAN Memakai Mata Uang Tunggal?

Mungkinkah ASEAN Memakai Mata Uang Tunggal?
Nama : Agil Abiyoso Nugroho
NPM : 0606081293
Tugas Pengganti UTS Mata Kuliah Ekonomi Politik

Impian ASEAN
Semenjak didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 d Bangkok, ASEAN (Association of South East Asian Nation) diharapkan dapat menjadi suatu komunitas yang saling membantu antar negara-negara anggotanya, seperti tercantum dalam Deklarasi Bangkok. Salah satu kerjasama tersebut meliputi bidang ekonomi. Untuk bidang ekonomi sendiri, kerjasama di ASEAN sudah berhasil melahirkan AFTA (Asean Free Trade Area), yaitu merupakan kerjasama ekonomi di bidang regional yang berupa kawasan perdagangan bebas. AFTA sendiri sudah diberlakukan secara penuh semenjak 1 Januari 2002. Setelah AFTA, kini banyak pihak yang berpikir tentang kemungkinan diberlakukanny mata uang tungal untuk ASEAN, seperti Uni Eropa dengan Euro (€).

Dengan diberlakukannya mata uang tunggal ASEAN, maka diharapkan ASEAN dapat meningkatkan tingkat volume perdagangan dan kerjasama yang berakibat positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu yang memandang positif ide tersebut ialah Takatoshi Ito (mantan Deputi Wakil Menteri Keuangan Jepang) & Yoshihiro Iwasak (Direktur Jenderal sekaligus Kepala Unit Monitoring Ekonomi Regional Bank Pembangunan Asia). Mereka berpendapat bahwa dengan begitu maka akan terbentuk pasar kapital yang lebih kuat dan lebih stabil. Selain itu, mata uang tersebut akan terhindar dari para spekulan.

Dengan adanya mata uang yang stabil, membuat perekonomian para anggota ASEAN akan menjadi lebih mapan, yang berarti dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, hal tersebut akan mempererat hubungan antar anggota, sehingga dapat meningkatkan volume perdaganan melalui ekspor & impor, karena tidak adanya bea masuk. Apabila ASEAN telah menetapakan mata uang tunggal, hal itu berarti ASEAN telah menetapakan sistem moneter tunggal. Yang merupakan kerjasama regional yang paling tinggi tingkatannya. Berarti ASEAN telah berhasil melaksanakan kerjasama-kerjasama lainnya dengan sukses seperti Free Trade Zone, bebas visa dan fiskal untuk perpindahan penduduk antar negara.

Realita dan Hambatan ASEAN
Hanya saja, ditengah pandangan optimis para orang tentang mata uang tunggal ASEAN, sepertinya hal tersebut agak susah diwujudkan, kalau tidak mau dibilang mustahil. Setidaknya untuk 30-50 tahun kedepan. Mengapa demikian? Karena apabila ASEAN ingin meniru Uni Eropa, maka ada berbagai perbedaan mendasar dan fundamental yang harus dihadapi ASEAN. Yang merupakan faktor-faktor penghambat terjadinya integrasi ASEAN menjadi ASEAN yang satu, terutama penggunaan mata uang tunggal di kawasan ASEAN.
Faktor historis sangat menentukan. Perlu diketahui, rencana Uni Eropa dengan mata uang tunggalnya dan satu sistem moneter telah dicetuskan sejak Perjanjian Roma pada tahun 1957. Sedangkan Uni Eropa sendiri baru menggunakan Euro semenjak tahun 1999 secara giral dan 2002 secara kartal. Atau kurang lebih 40 tahun setelah Perjanjian Roma ditandatangani.

Sedangkan ASEAN sendiri baru dibentuk pada tahun 1967. Memang dari segi nominal ASEAN hanya “tertinggal” 10 tahun. Tapi dari segi kemapanan ekonomi dan sektor-sektor lain, seperti infrastruktur. Berapa dekade ASEAN tertinggal? Hal itulah yang membuat ASEAN masih cukup lama untuk bersatu dalam segi moneter, khususnya penggunaan mata uang tunggal.

Tentu saja faktor politik dan pemerintahan juga sangat mempengaruhi. Saat Uni Eropa terbentuk, para anggotanya memiliki sistem politik yang berupa demokrasi politik. Sedangkan di ASEAN sendiri, anggota-anggotanya memiliki sistem yang berbeda-beda. Dapat kita kelompokan menjadi beberapa bagian seperti Thailand, Malaysia dan Brunei Darussalam dengan sistemn Monarki. Indonesia dengan bentuk republik dan Myanmnar dengan bentuk Junta Militer. Perbedaaan ideologi bangsa itulah yang menyebabkan ASEAN mengalami kesulitan untuk bersatu di segala bidang. Sedangkan di Eropa sendiri, masing-masing negaranya menganut politik demokrasi. Sehingga hal tersebut tidaklah menjadi suatu penghambat. Seperti di Myanmar, gejolak politik yang terjadi sangat mempengaruhi perekonomian negara tersebut. Pada 2007, Myanmar mengalami inflasi sebesar 30 %. Sehingga stabilitas politik masing-masing negara anggota sangatlah penting.

Selain itu juga ada tentang masalah prinsip ASEAN. Apabila kita melihat Deklarasi Bangkok, maka salah satu hasilnya adalah “Tidak mencampuri urusan dalam negeri sesama negara anggota” . Apabila ASEAN jadi memakai mata uang tunggal dan sistem moneter tunggal, maka itu secara tidak langsung ASEAN mencampuri urusan dalam negeri masing-masing anggotanya. Hal itu akan bertentangan dengan prinsip ASEAN yang disebutkan di atas.

Sedangkan dari segi ekonomi, salah satu hal yang paling mendasar ialah adanya inequality income distribution, hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut.

GDP per Kapita 12 Negara Uni Eropa pertama pada Tahun 1999
No Nama Negara GDP per Kapita (dalam US $)
1 Jerman 26.123,92
2 Irlandia 25.848,79
3 Belanda 26.141,54
4 Prancis 24.859,40
5 Luxemburg 49.053,27
6 Austria 21.195,07
7 Finlandia 25.351
8 Belgia 24.794,00
9 Italia 21.129,55
10 Portugal 11.995,13
11 Spanyol 15.495,84
12 Yunani 12.610,95
sumber : www.econstat.com






GDP per Kapita Negara-Negara ASEAN pada Tahun 1999
No Nama Negara GDP per Kapita (dalam US $)
1 Brunei Darussalam 14.524
2 Filipina 1018,88
3 Indonesia 745,79
4 Kamboja 281.18
5 Laos 285,6
6 Myanmar 172,74
7 Singapura 20.909,36
8 Thailand 1984,94
9 Vietnam 379,47
10 Malaysia 3537.53
sumber : www.econstat.com

Dari data di atas, kita bisa melihat perbedaannya. Negara-negara Uni Eropa mempunyai pendapatan yang relatif merata dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Selain itu dengan pendapatan yang relatif besar, maka hal tersebut mencerminkan perekonomian yang stabil. Hal itu sangatlah berbeda dengan ASEAN, dimana belum semua anggotanya memiliki perekonomian yang stabil.

Dengan perekonomian yang stabil, maka tidaklah susah bagi para negara Uni Eropa untuk mengembangkan kerjasama dengan negara lain. Hal itulah yang harus ditiru oleh ASEAN apabila ingin mengembangkan kerjasama yang lebih menyeluruh di segala bidang. Sehingga apabila saat ASEAN mengembangkan sistem mata uang tunggal, maka tidak ada negara yang menjadi “beban ekonomi” bagi negara ASEAN lainnya.

Hal lain yang juga mempercepat terjadinya penyatuan Eropa dalam segi moneter ialah karena negara-negara Eropa tersebut sudah mempunyai mata uang masing-masing yang cukup stabil dan telah lama berdiri. Seperti Jerman dengan Deutsche Mark, Italia dengan Lira, Prancis dengan Franc, Belanda dengan Gulden dll. Masing-masing mata uang tersebut mempunyai kisah yang cukup lama dan terbukti bernilai stabil selama beberapa tahun terakhir sebelum dikonversi kedalam bentuk Euro.

Hal itu sangat berbeda dengan ASEAN. Masih banyak negara di ASEAN yang sistem moneternya belum cukup mapan, sehingga apabila terjadi “gangguan” sedikit saja, maka akan berakibat fatal. Dengan berkaca kepada krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997. Bermula dari Thailand, krisi itu menyebar ke seluruh negara ASEAN, tak terkecuali Indonesia. Walaupun pada saat itu para pejabat tinggi Indonesia menyatakan bahwa Indonesia akan bertahan dari krisi tersebut. Hasilnya? Bisa kita lihat sekarang. Dapatkah dibayangkan apabila masih ada negara yang sistem moneternya belum cukup mapan didalam ASEAN saat digunakannya mata uang tunggal? Mungkin hal tersebut akan berakibat jauh lebih buruk daripada krisis tahun 1997.

Sebagai perbandingan, di Uni Eropa saat inflasi sudah menyentu angka 3 koma sekian persen, maka hal itu sudah menjadi semacam peringatan. Sedangkan di ASEAN sendiri, tingkat inflasinyasangat bervariasi. Brunei mempunyai tingkat inflasi yang paling rendah, yaitu sebesar 0,496% (2006) sedangkan Myanmar tingkat inflasiny sebesar 30% (2007). Dapatkah dibayangkan dampakanya apabila kedua negara tersebut “dipaksa” untuk melebut dalam satu sistem moneter?_

Sedangkan dari segi demografi akan mengalami perubahan yang cukup signifikan apabila ASEAN jadi seperti Uni Eropa. Perlu diketahui apabila ASEAN sudah memakai sistem moneter tunggal dan mata uang tunggal, maka hal tersebut merupakan contoh kerjasama regional yang paling tinggi, sehingga kerjasama-kerjasama lainnya berarti sudah dilakasanakan sebelumnya. Seperti misalanya bebas visa dan bea masuk untuk migrasi penduduk dan Free Trade Zone (AFTA). Tentu saja para pekerja (labor force) akan mencari dan datang ke negara yang memiliki struktur perekonomian yang stabil dan kuat. Mungkin Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam akan menjadi tujuan utma para pencari kerja dari seluruh negara ASEAN. Karena ketiga negara tersebut memeiliki struktur ekonomi yang paling bagus dibandingkan negara-negara lainnya. Termasuk tingkat pengangguran yang rendah, Singapura 2,3% , Malaysia 3,2% dan Brunei sebesar 3,7%

Sedangkan Indonesia, dengan tingkat pengangguran sebesar 9,1% dan ditambah paradigma klasik yang meninggikan pekerjaan di luar negeri. Dapat dipastikan putra-putri terbaik bangsa akan meninggalkan Indonesia dan mencari kerja di luar negeri. Seperti dijelaskan di buku karangan Kruggman , adanya migrasi pekerja akan membuat labor supply di home country berkurang, yang menyebabkan wages di home country meningkat. Sedangkan karena adanya pertambahan labor supply di foreign country akan menyebabkan wages di foreign country turun. Dengan demikian para labor yang well-qualified akan memilih untuk bekerja di negara yang memilki struktur ekonomi yang mapan. Sehingga mereka bermigrasi.

Apabila terjadi demikian, maka akan terjadi penumpukan labor di negara-negara tersebut. Belum lagi migrasi labor melalui jalur ilegal atau yang disebut dengan trafficking yang dipastikan akan meningkat dengan pesat. Karena saat ini saja trafficking berkembang dengan sangat pesat, walaupun masih ada undang-undang ketenagakerjaan. Apalagi kalau migrasi para labor dibebaskan? Untuk itu masalah trafficking harus dibenahi terlebih dahulu. Apabila tidak, maka hal tersebut dapat mengakibatkan berbagai masalah di berbagai bidang, seperti ekonomi dan keamanan. Karena seperti kita ketahui tingkat pengangguran yang tinggi dapat memicu timbulnya masalah-masalah klasik.

Di bidang ekspor-impor, Indonesia akan mengalami tantangan berat. Pada 2008 lalu ekspor Indonesia sebesar 114,101 US$ milliar . Sedangkan dari bea masuk sebesar Rp 17,04 triliun , suatu jumlah yang lumayan besar. Apalagi pendapatan bea masuk tersebut masih tergolong rendah mengingat budaya Indonesia, masih bisa ditingkatkan lagi. Apabila AFTA semakin maju dan membebaskan bea masuk, maka Indonesia akan kehilangan salah satu sumber pendanaan potensial. Mungkin tidak semua barang dikenakan bebas bea masuk, tapi tetap saja akan ada pendapatan yang hilang.

Pada 2008 impor Indonesia sebesar 121,455 US$ milliar . Apabila tidak adanya bea masuk, maka hal itu akan meningkatkan jumlah impor Indonesia. Selain itu, dengan bebasnya barang-barang impor masuk ke Indonesia. Maka hal itu dapat menjadi ancaman bagi produk Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan proteksi terhadap produk-produk lokal.



Kesimpulan
Dengan berdasarkan fakta dan data yang diberikan, ASEAN tidak akan memakai mata uang tunggal dan sistem moneter tunggal untuk beberapa dekade ke depan. Karena ASEAN harus menghadapi berbagai masalah yang ada seperti inequality income distribution, stabilitas politik dan stabilitas ekonomi di masing-masing negara anggotanya. Apabila tetap dipaksakan, maka hal itu akan berdampak buruk bagi masing-masing anggotanya. Dengan mengambil contoh di negara Indonesia. Akibatnya antara lain terjadinya penumpukan dan perpindahan well-qualified labor di negara-negara yang memiliki struktur ekonomi yang kuat. Hilangnya salah satu sumber pendapatan yang berasal dari bea masuk karena adanya Free Trade Zone. Tersainginya produk-produk lokal oleh produk impor yang semakin membanjiri pasar. Selain itu trafficking akan semakin berkembang pesat antar negara anggota ASEAN. Untuk itulah, sebelum memikirkan bagaimana kita membentuk unifikasi antar anggota ASEAN, lebih baik negara-negara ASEAN tersebut membenahi dulu masalah dalam negeri masing-masing. Tak lupa, untuk memperkuat sektor ekonomi domestik, jangan terlalu bergantung kepada pihak luar. Apabila negara-negara ASEAN tersebut sudah cukup mapan, baru kemudian ASEAN dapat membicarakan tentang unifikasi ASEAN, terutama penggunaan mata uang tunggal dan sistem moneter tunggal untuk ASEAN.

Daftar Pustaka

Krugman, Paul R. & Maurice Obstfeld. 2006. International Economics, Theory and Policy, 7e. Boston :
Pearson Education
http://www.channelnewsasia.com
http://www.indexmundi.com/malaysia/unemployment_rate.html
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/bx.html
http://webdev.bps.go.id/tabel/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
http://webdev.bps.go.id/tabel/
http://www.econstats.com
http://www.majalahtrust.com/danlainlain/politik/552.php

1 komentar:

stiffler mengatakan...

wah..
bung agil makin menjadi nih
hahaha...

berarti negara kita ancur juga yah gil
pindah jadi orang malaysia atau brunei aja pa??
hehehe