Rabu, 05 Mei 2010

Kita Hanya Bisa Mendapatkan Apa yang Telah Kita Lihat

Kita Hanya Bisa Mendapatkan Apa yang Telah Kita Lihat

Pagi itu perut saya keroncongan. Benar, keroncongan hingga perut saya terasa melilit dan mengencang. Sungguh kelaparan. Hal itu diakibatkan karena saya tidak sempat sarapan. Saya tidak sempat sarapan karena saya bangun kesiangan, sekitar pukul 8 pagi, padahal saya harus mengajar di BTA pukul 9 pagi. Apa boleh buat, maka saya pun terpaksa mempersingkat aktivitas pagi saya dengan mengorbankan sarapan. Ternyata hasilnya sungguh ironi. Saya sampai di BTA sebelum pukul 9 pagi. Setelah beberapa saat menunggu, ternyata murid-murid saya tidak ada yang datang. Maka pagi itu sesi pertama dibatalkan. Ironi bukan?

Setelah kelas resmi dibatalkan kira-kira setengah jam setelahnya, dengan perut yang kelaparan dan emosi yang sedikit menggumpal, maka saya pun melangkah keluar dari BTA. Niat saya hanya satu, yaitu mencari sarapan. Jantung saya mulai berdegup semakin kencang, pertanda bahwa otak dan perut sudah tidak bisa dibohongi lagi. Segala trik yang saya gunakan untuk mengecoh otak dan perut saya sudah tidak efektif lagi. Organ tubuh saya harus menyerah pada kenyataan yang menyedihkan, yaitu saya kelaparan. Sangat kelaparan. Maka saya pun mulai kalap dan mata saya menjadi gelap. Pikiran saya fokus untuk segera mencari makanan secepat-cepatnya. Tidak ada hal lain yang lebih mendesak daripada urusan perut di kondisi seperti itu bagi saya. Berarti saat itu saya mempunyai satu masalah, yaitu saya sedang kelaparan. Maka saya mencari sebuah solusi untuk menyelesaikan masalah saya tersebut.

Karena rasa lapar yang teramat sangat, maka setelah kedua kaki saya keluar dari BTA pandangan saya langsung tertuju kepada sebuah gerobak yang disandarkan. Ternyata itu Gerobak Ketoprak. Maka tanpa berpikir panjang lagi gerobak itu langsung saya hampiri dan saya pun memesan sepiring ketoprak. Saat saya menunggu pesanan, hati saya mulai lega karena saya tahu beberapa menit lagi rasa lapar ini akan segera hilang. Jantung saya mulai berdetak kembali normal. Saya pun merasa bahwa say asudah menemukan solusi untuk mengatasi masalah saya tersebut. Saya pun mulai bisa berpikir dengan normal dan tenang kembali. Maka saya pun mulai rileks dan mulai mengamati keadaan sekitar. Hasilnya sungguh mengejutkan, ternyata beberap meter dari gerobak ketoprak ada yang menjual Nasi Pecel. Sekedar informasi, saya lebih menyukai Nasi Pecel daripada sepiring ketoprak-yang-rasanya-standar-dan-sama-di-semua-tempat. Saya menyesal, sungguh menyesal. Seandainya saya tadi sedikit lebih tenang dan mau bersabar untuk mengobservasi lingkungan sekitar terlebih dahulu, maka saya akan sarapan pagi dengan Nasi Pecel, bukan dengan ketoprak. Tetapi sudah terlambat, saya sudah memesan ketoprak dan pesanan saya sedang dibuat. Saya harus bertanggung jawab kepada penjual ketoprak.

Mungkin beberapa dari kalian pernah mengalami hal seperti saya. Rasa lapar yang teramat-sangat (rasa lapar ini tidak terbatas kepada rasa lapar terhadap makanan saja,bisa juga lapar terhadap hal lain, seperti minuman, yang biasa disebut haus tetapi mempunyai arti yang sama hanya berbeda objeknya, lapar terhadap kesenangan, hingga lapar terhadap cinta) kadang membuat gelap mata dan mempersempit pandangan kita. Akibat rasa lapar itu maka kita tidak mampu berpikir dengan logis, sehingga kita pun dikendalikan oleh rasa lapar yang menjadi nafsu yang membabi buta. Oleh karena itu, apabila kita sedang dibutakan oleh rasa lapar seperti itu maka kita condong untuk mengambil suatu solusi yang tersedia di depan mata kita. Atau alternatif yang pertama kali terlihat oleh kita. Padahal kadang solusi tersebut bukanlah pilihan yang terbaik, masih banyak pilihan lain yang lebih baik untuk kita. Tetapi apa boleh buat, mata kita dibutakan dan kita seperti memakai kacamata kuda, sehingga pandangan kita menyempit dan kita tidak mampu berpikir dengan logis. Sehingga kita langsung mengambil pilihan yang petama kali terlihat oleh kita dan kita tidak sadar, bahwa di luar sana masih ada beberapa pilihan dan solusi yang mungkin lebih baik dari yang telah kita ambil.

Seandainya saja kita mau lebih bersabar dalam menghadapi situasi seperti ini, maka ada kemungkinan kita bisa menikmati hasil yang lebih baik. Dengan tetap berpikir tenang di saat kondisi yang sedang sulit, maka kita akan bisa melihat dengan pandangan yang lebih luas. Hal itu akan membuat kita menyadari bahwa ada beberapa pilihaan dan solusi yang tersedia. Dengan begitu maka kita bisa menimbang dan mencoba menganalisa costs and benefits dari semua alternatif yang tersedia. Setelah berpikir masak-masak maka kita akan tahu pilihan dan solusi apa yang terbaik untuk kita.

Hal itu bisa terjadi dalam berbagai segi kehidupan di dunia nyata, baik tentang pertemanan, kuliah, pekerjaan hingga asmara. Kita semua pasti pernah menghadapi suatu masalah. Bagaimana cara kita memecahkan masalah tersebut? Apakah kita langsung setuju dan mengambil setiap solusi yang pertama kali terlintas di pkiran dan terlihat oleh kita? Ataukah kita bersabar dan berpikir dengan kepala dingin serta mencoba menganalisa apa solusi yang terbaik untuk kita? Saya akan mencoba memberi suatu contoh yang saya rasa cukup relevan dengan kasus seperti ini.

Ada seorang pria yang sudah lama tidak mempunyai hubungan asmara dengan wanita. Padahal pria itu sudah cukup berumur. Ia bahkan cukup depresi dengan keadaannya. Ia merasa minder dan rendah diri jika dibandingkan dengan teman-temannya. Padahal teman-temanya tidak ada yang pernah menyindir dia mengenai keadaannya, hal itu timbul karena prasangka buruk dari diri pria itu sendiri. Oleh karena itu ia bertekad untuk secepat mungkin mempunyai kekasih agar tidak lagi merasa minder. Karena ia sudah cukup depresi, maka ia terpaksa menurunkan ”standar penilaiannya” terhadap wanita. Ia tidak lagi berpikir panjang. Suatu hari ia berkenalan dengan seorang wanita. Tidak lama kemudia ia merasa bahwa hubungannya dengan wanita tersebut berjalan cukup lancar, maka ia pun langsung menyatakan cintanya kepada wanita tersebut. Ternyata wanita itu menerima cinta pria tersebut. Beruntungkah pria tersebut? Ternyata wanita tersebut mempunyai suatu kebiasaan buruk. Wanita tersebut tidak bisa setia terhadap pasangannya, bahkan wanita tersebut juga matre. Dengan begitu si pria itu menjadi semakin terjerembab dalam kesedihan. Maksud hati ingin segera mempunyai kekasih dan merasakan manisnya cinta, tetapi karena ia terburu-buru dan bersikap ”asal tembak” maka ia justru merasakan pahitnya cinta itu sendiri.

Dari siti kita bisa melihat bahwa karena terlalu tergesa-gesa dalam menyelesaikan suatu masalah (dalam kasus ini masalahnya adalah sudah lama tidak mempunyai kekasih) dapat mempunyai dampak yang buruk. Karena terbutu-buri pria itu tidak sempat menganalisa cost and benefit dari solusi yang tersedia (wanita tidak setia dan matre tersebut). Dengan begitu solusi yang tersedia ternyata justru tidak menyelesaikan masalah, tetapi malah menambah masalah. Seandainya ia bisa bersikap sabar dan tetap bersikap dan berpikir positif, maka ia akan melihat bahwa masih banyak wanita di luar sana yang mendambakan seorang kekasih yang baik hati. Dengan selalu bersikap positif, terutama kepada orang lain maka ia akan dikenal sebagai seseorang yang berhati mulia. Hal itu akan menyebabkan ia lebih ”bernilai” di mata wanita karena ia selalu bersikap positif (mungkin baik hati dan tulus kepada semua orang). Maka ia akan mempunyai lebih banyak lagi solusi (wanita yang bisa dipilih untuk dijadikan kekasih). Kita semua tahu, pria yang berhati baik dan tulus mempunyai nilai lebih di mata para wanita, sayang pria seperti itu sangatlah jarang. Tetapi sayang, matanya dibutakan oleh emosi dan nafsu. Ia mencari kekasih dengan terburu-buru bukan karena ia mencintai wanita tersebut, tetapi karena ia tidak ingin merasa minder. Dengan begitu ia tidak menyadari bahwa ada masih banyak solusi yang tersedia jika ia mau membuka matanya (solusi dalam kasus ini berarti wanita yang mendambakan kekasih yang berhati baik dan tulus).

Ternyata emosi dan nafsu bisa mengalahkan logika. Apabila kita sedang menghadapi suatu masalah, maka jangan sampai kita dibimbing oleh emosi dan nafsu. Hal itu dikarenakan solusi yang ditawarkan oleh emosi dan nafsu kadang justru tidak menyelesaikan masalah. Baiklah, mungkin ada beberapa solusi yang cukup baik, tetapi kita semua tahu bahwa kemungkinan seperti itu sangatlah kecil. Kita diberi akal dan pikiran oleh Tuhan agar kita mampu berpikir, termasuk berpikir di saat kondisi yang sedang sulit. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika menggunakan akal dan pikiran kita untuk menghadapi suatu masalah, bukan dengan emosi dan nafsu. Karena dengan emosi dan nafsu maka mata kita akan menjadi gelap, sehingga kita hanya bisa melihat solusi. Itupun sudah cukup beruntung, karena kita masih bisa menemukan solusi, kadang dengan emosi dan nafsu kita justru tidak menemukan solusi. Selain itu dengna emosi dan nafsu kita akan terburu-buru. Kita tidak sempat berpikir, sehingga kita langsung setuju kepada solusi yang pertama kali terlihat oleh kita.

We only see what we want to see, therefore we only get what we have seen (saya mendapatkan kalimat ini dari pacar saya, karena ketrampilan saya dalam berbahasa Inggris cukup terbatas). Idiom itu mungkin berlaku jika kita menggunakan emosi dan nafsu sebagai pembimbing. Kita hanya bisa melihat apa yang kita ingin lihat, dengan begitu maka kita hanya bisa mendapatkan apa yang telah kita lihat. Bagaimana mungkin kita bisa memiliki sesuatu jika kita tidak pernah menyadari bahwa sesuatu itu ada?

Tidak ada komentar: